Monday, June 16, 2014

Landasan Pendidikan dalam Bimbingan dan Konseling

     
Pada saat sekarang, mutu menjadi satu-satunya hal yang sangat penting dalam pendidikan.Kita semua mengakui saat ini memang ada masalah dalam sistem pendidikan. Lulusan pendidikan dasar,  pendidikan menengah dan pendidikan tinggi tidak siap memenuhi  kebutuhan masyarakat, apa lagi di era pasar bebas sangat dituntut adanya kemampuan daya saing untuk dapat bersaing dan bersanding dengan bangsa-bangsa lain dalam tataran nasioanl dan internasional. Zaman terus berubah dan setiap bidang kehidupan semakin memiliki saling ketergantungan satu sama lain di dalam suatu sistem yang integral. Oleh karena itu, pembangunan pendidikan haruslah semakin berorientasi keluar (outward looking) karena sistem pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem yang lebih luas yaitu sistem sosio-ekonomi yang kompleks yang harus dihadapi oleh setiap anggota masyarakat sesuai dengan sistem ketahanan nasional yang dimiliki oleh Masyarakat.
                  Mutu pendidikan adalah karakteristik yang harus melekat pada sistem pendidikan. Kemampuan meningkatkan mutu harus dimiliki oleh sekolah sebagai suatu sistem yang otonom tanpa tergantung pada atau dikendalikan oleh pihak luar, termasuk pemerintah. Peningkatan mutu erat kaitannya dengan kreativitas pengelola satuan pendidikan dan guru dalam pengembangan kemampuan belajar siswa. Dalam dunia pendidikan, proses pendidikan yang bermutu mengacu pada kemampuan lembaga pendidikan dalam mengintegrasikan, mendestribusikan, mengelola, dan mendayagunakan sumber-sumber pendidikan secara optimal sehingga dapat meningkatkan kemampuan belajar lulusannya (Ace Suryadi dan Tilaar, 1993:163).
 Mutu pendidikan adalah kemampuan setiap satuan lembaga pendidikan dalam mengatur dan mengelola sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar. Mutu pendidikan akan tercermin dalam tingginya hasil belajar yang dicapai oleh siswa, namun proses pendidikan yang bermutu tidak berarti harus secara langsung mengajarkan pengetahuan. Prestasi belajar tinggi seyogyanya dihasilkan dari meningkatnya kemampuan siswa yang tinggi untuk belajar secara berkelanjutan atau mampu belajar sepanjang hayat (life-long learning). Mutu pendidikan ditentukan oleh dua kemampuan sekolah, yaitu kemampuan sekolah secara teknis kependidikan dan kemampuan dalam bidang pengelolaan. Prestasi belajar siswa dilahirkan dari kemampuan sekolah untuk mengelola suasana sekolah yang kondusif untuk siswa agar dapat belajar sebanyak mungkin melalui kegiatan belajar mandiri dan berkelanjutan. Prestasi belajar siswa dapat berkembang melalui pelatihan, penanaman disiplin serta pembiasaan dalam menerapkan kemampuan dasar untuk belajar secara sistematis dan berkelanjutan.
Pendidikan di sekolah tidak hanya dilakukan melalui proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru mata pelajaran, pelatihan  yang dilakukan oleh guru praktik, tetapi juga kegiatan konseling yang dilakukan oleh konselor untuk membantu individu dalam mencari dan menetapkan pilihan serta mengambil keputusan yang menyangkut kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kehidupan belajar, perencanaan dan pengembangan karir, serta kehidupan keberagamaan. Mutu pendidikan di sekolah  akan dapat diwujudkan bilamana dilaksanakan oleh guru mata pelajaran, guru praktik, dan konselor yang kompeten dan profesional yang mampu mengelola proses pendidikan secara profesional. Artinya, mampu mentransformasikan kemampuan profesional yang dimilikinya ke dalam tindakan yang nyata didasarkan kepada pelayanan keahlian dalam mengelola pendidikan, baik pelayanan dalam pembelajaran, pelatihan, maupun konseling terhadap peserta didik yang menjadi
tanggungjawabnya di sekolah.
Mutu pendidikan akan dapat diwujudkan bilamana pendidikan dilaksanakan secara tuntas. Pendidikan yang tuntas  mengakui dan bahkan menekankan kemampuan manusia untuk bertanggung jawab.
Pendidikan yang tuntas bertopang pada kejelasan norma, memiliki garis lurus yang membimbing pemikiran dan tindakan pendidikan, sehingga karena kejelasan dasar, tujuan, dan garis pembimbingnya, kewaswasan dalam bertindak itu dapat dihindari. Pendidikan yang bagaimana yang 
memiliki kualifikasi tersebut? Dapatlah ilmu dan teknologi dijadikan penglima tertinggi dalam menciptakan pendidikan tuntas? Ilmu dan teknologi telah mencoba kearah itu dan sebegitu jauh telah memberikan kenyamanan hidup kepada umat manusia dewasa ini. Memang ilmu telah memberdayakan manusia, tetapi secara moral ia tetap lemah.
Apakah hidup kita harus diabdikan sekadar untuk mendapatkan kenyamanan sepintas? Apa lagi kalau diingat bahwa ilmu selalu bersikap skeptis terhadap kebenaran? Bukankah kebenaran dipandangnya bersifat tentatif hipotetis? Bila demikian, maka melalui ilmu dan teknologi tidak
akan didapat dasar dan arah yang jelas serta bimbingan perbuatan yang tuntas.
 Mengapa perlu pendidikan yang tuntas dalam arti pendidikan yang mendapat tuntunan dari Atas, yaitu Allah SWT? Memang hanya dengan pendidikan yang tuntas kita dapat mengupayakan tercapainya manusia yang merealisasikan hidup takwa selaku manusia utuh. Pengertian utuh
hendaknya diartikan sebagai lengkap, tiada cela, sehingga menampilkan pendirian yang kokoh dan mantap, bertolak dari niat yang ikhlas, bertindak secara selaras dengan jalan yang lurus, memperhatikan rangkaian perilaku yang sinkron, taat asas dalam usaha mencapai ridla Allah SWT.
Manusia yang utuh menurut pandangan tuntas, mencerminkan manusia kaffah, dalam arti satu niat, ucap, pikir, perilaku, dan tujuan yang  direalisasi dalam hidup bermasyarakat. Satu niat, ucap, pikir, perilaku, dan tujuan itu, akan membebaskan manusia dari konflik diri yang dapat mengarah kepada kepribadian terbelah. Untuk mewujudkan pendidikan yang tuntas, kita perlu menciptakan situasi dan iklim pendidikan yang serasi dengan tujuan pendidikan. Bukankah sikap takwa akan lebih subur 
berkembang dalam iklim hidup religius? Iklim tersebut akan tercipta oleh manusia itu sendiri, manusia pula yang menyambut iklim dan situasi untuk berperilaku tertentu, tapi pada akhirnya kemampuan  manusia pun terbatas.
 Dalam pelaksanaannya, pendidikan yang tuntas tidak  hanya didasarkan pada  pelayanan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru mata pelajaran dan layanan pelatihan yang dilakukan oleh guru praktik, tapi juga pada pelayanan   konseling yang dilakukan oleh  konselor sekolah. Melalui layanan konseling, konselor akan membantu terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengatasan masalah agar  peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.
Perubahan global tidak hanya menyangkut kualifikasi persyaratan orang untuk memasuki suatu pekerjaan tetapi juga pada waktu yang bersamaan muncul disorientasi personal dan ketidaktepatan orang dalam menempati suatu pekerjaan. Dalam kondisi seperti ini proses belajar sepanjang hayat
(lifelong learning) dan belajar sejagat hayat (lifewide learning) akan menjadi determinan eksistensi dan ketahanan hidup manusia.  Lifelong learning adalah proses dan aktivitas yang terjadi dan melekat dalam kehidupan manusia sehari-hari karena dia selalu diperhadapkan kepada lingkungan yang selalu berubah yang menuntut dia harus menyesuaikan, memperbaiki, mengubah dan meningkatkan mutu perilaku untuk dapat memfungsikan diri secara efektif di dalam lingkungan. Proses belajar
sepanjang hayat itu terjadi secara terpadu, menyangkut seluruh aspek kehidupan, terjadi keterpaduan antara belajar, hidup, dan bekerja yang satu sama lain tak dapat dipisahkan melainkan terjadi secara bersinergi (lifewide learning).
Dalam konteks kecenderungan sosial dan ekonomi yang terjadi pada masyarakat global, muncul masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge base society) sebagai suatu learning society yang memerlukan pendidikan dan latihan dalam sistem belajar sepanjang hayat, yang menawarkan
kepada setiap warga masyarakat suatu fasilitas belajar untuk beradaptasi kepada pengetahuan dan keterampilan mutakhir. Masalah-masalah yang tampak sebagai masalah sosial, ekonomi, dan politik bukanlah semata-mata masalah sosial, ekonomi, politik itu sendiri melainkan masalah-masalah kemanusiaan yang harus didekati dari sisi kemanusiaan.
Masyarakat yang berorientasi kemanusiaan ini menghendaki persyaratan nilai, sikap, kebijakan, dan tindakan untuk memperluas akses masyarakat kepada seluruh jenjang pendidikan, membuat manusia  mampu memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi di dalam pendidikan dan dunia kerja. UNESCO menganggap bahwa hal ini akan tercapai melalui pengembangan keterampilan untuk semua (life development for all), tidak ekslusif dan menjadikan pendidikan dan latihan sebagai hak asasi manusia yang dapat diakses.
 Pendidikan holistik semacam ini memadukan persiapan hidup dan dunia kerja yang mencakup seluruh domain belajar yang memadukan pendidikan umum dan kejuruan dalam sebuah kontinum  pengetahuan, nilai, kompetensi, dan keterampilan. Dalam pandangan seperti ini konseling menempati peran krusial untuk membantu manusia mampu memenuhi kebutuhan belajar baru dan memberdayakan manusia untuk memperoleh keseimbangan hidup, belajar, dan bekerja. Untuk mencapai tujuan ini UNESCO melihat bahwa konseling, terutama konseling karir adalah hal yang paling penting untuk seluruh peserta didik dan perannya diperluas untuk mempersiapkan peserta didik dan orang dewasa menghadapi perubahan dunai kerja. Dalam perspektif  ini konseling menjadi suatu proses sepanjang hayat yang menyertai proses belajar sepanjang hayat dalam segala jalur, setting, jenjang dengan segala tantangan dan kendalanya.
A European Guidance Forum/Lifelong Guidance Group (IAEVG, 2002) menegaskan bahwa: “Lifelong learning, guidance and counseling, education, training and employment are continuously intersecting cycles and systems in the lives of the European citizen. Information, guidance and counseling have a key role to play in facilitating access, progression and transitions between
these cycles and systems over an individual’s lifetime. Lifelong guidance provision requires the active co-operation if education, training and employment bodies both at national and European levels in order to make the lifelong learning principle reality”. These are the words of the European Commission. It continues: ‘Information, guidance and counseling have been identified as a key
strategic component for implementing a lifelong learning policy8”
Belajar sepanjang hayat dan sejagat hayat menjadi strategi belajar masyarakat global karena beberapa alasan, terutama  dalam (a) memeliharan keberlanjutan akses terhadap belajar untuk menambah dan
memperbaharui pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk keberlangsungan partisipasi dalam masyarakat berbasis pengetahuan, (b) meningkatkan investasi sumberdaya manusia, (c) membangun masyarakat inklusif yang memberi peluang yang sama untuk memperoleh akses belajar yang bermutu, (d) mencapai jenjang pendidikan dan kualifikasi vokasional yang lebih tinggi, dan (e) mendorong masyarakat untuk berperan aktif di dalam kehidupan publik, sosial, dan politik.
 Dari perspektif konseling, kunci dasar untuk mencapai tujuan ini adalah perpektif baru tentang konseling yang berorientasi  pada kemudahan individu dalam mengakses informasi bermutu tentang kesempatan belajar, memberikan bantuan pribadi untuk mengintegrasikan hidup, belajar, dan bekerja, menumbuhkembangkan individu sebagai pribadi, profesional, dan warga negara yang self motivated. Dalam perspektif ini, konseling menjadi layanan yang dapat diakses secara berkelanjutan oleh seluruh lapisan masyarakat, berorientasi holistik, mampu menyediakan layanan dalam rentang kebutuhan yang lebar dan bervariasi, termasuk orang-orang yang tak beruntung dan berkebutuhan khusus.
 Konseling tidak hanya dipelajari sebagai seperangkat teknik, melainkan sebagai kerangka berpikir dan bertindak yang bernuansa kemanusiaan dan keindividuan. Nuansa dimaksud akan lebih tampak pada masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based society) yang menempatkan orientasi kemanusiaan dan belajar sepanjang hayat sebagai  central feature kehidupan masyarakat masa kini dan yang akan datang. Proses pendidikan tidak lagi sebagai proses parsial, melainkan sebagai proses 
holistik yang memadukan persiapan hidup dan dunia kerja yang mencakupi seluruh domain belajar, yang memadukan pendidikan umum dan kejuruan sebagai suatu kontinum pengetahuan, ilai,kompetensi,dan keterampilan. Dalam perspektif ini,konseling memiliki peran membantu
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan belajar baru dan memberdayakan mereka dalam memperoleh keseimbangan hidup, belajar,dan bekerja.
Konseling menjadi proses sepanjang hayat (lifelong  counseling) yang dapat diakses secara berkelanjutan oleh seluruh lapisan masyarakat, berorientasi holistic, mampu menyediakan layanan dalam rentang yang lebar dan bervariasi, termasuk kelompok masyarakat yang beruntung.
 Proses pendidikan mencakup usaha yang secara sadar  dan intensional bertujuan untuk secara terus menerus meningkatkan dan/atau memperbaiki kondisi sasaran pendidikan untuk bertindak sesuai dengan norma yang berlaku. Kerangka konseling seperti ini berfifat holistik yang menyatupadukan hakikat kemanusiaan, wawasan dan keilmuan, keterampilan, nilai serta sikap dalam pelayanan. Pendekatan pelayanan konseling bergeser dari  supply-side ke  demand-side dengan melakukan
upaya proaktif kepada masyarakat yang menjadi target layanan, menggunakan berbagai sumber dan teknologi informasi untuk memperkaya peran profesional, mengembangkan manajemen informasi
dan jaringan kerja konselor, serta memanfaatkan berbagai jalur dan settting layanan. Profesi konseling harus senantiasa terbuka untuk berkembang selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta tuntutan lingkungan akademis dan profesional, sehingga mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi dunia pendidikan nasional dan kehidupan manusia pada umumnya.
Profesi konseling merupakan keahlian pelayanan pengembangan pribadi dan pemecahan masalah yang mementingkan pemenuhan kebutuhan dan kebahagiaan pengguna sesuai dengan martabat, nilai, potensi, dan keunikan individu berdasarkan kajian dan penerapan  ilmu dan teknologi dengan acuan dasar ilmu pendidikan dan psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan konseling yang diwarnai oleh budaya (termasuk di dalamnya nilai dan norma) Indonesia. Dengan demikian pelayanan konseling di
Indonesia dikembangkan dan dilaksanakan dengan paradigma konseling adalah  pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalam budaya Indonesia. Konseling memiliki bidang singgung antara psikologi, pendidikan, dan budaya, terutama berkenaan dengan segi isi dan muatan nilai yang perlu diperhatikan. Dengan paradigma ini para pelaksana konseling perlu menguasai berbagai materi psikologi (psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar, psikologi kepribadian, psikologi pendidikan, psikologi sosial), materi pendidikan (dasar-dasar pendidikan, kurikulum pendidikan, belajar dan pembelajaran, penilaian pendidikan, pengelolaan pendidikan), serta materi budaya dan konseling lintas budaya.
Materi psiko-pendidikan “dikemas” dalam ilmu dan teknologi konseling dengan warna budaya Indonesia. Bidang konseling yang perlu dikuasai meliputi (1) dasar-dasar keilmuan konseling (pengertian, tujuan, fungsi, asas, prinsip, dan landasan konseling); (2) bidang  konseling ( pribadi,
sosial, belajar, dan karir); (3) jenis-jenis layanan ( orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok, mediasi, dan konsultasi); (4) kegiatan pendukung : aplikasi instrumentasi, himpunan data, konfersi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan kasus); dan  (5) profesionalisasi konseling.
Konselor baik di sekolah maupun di luar sekolah,harus memahami bahwa pelayanan konseling yang diselenggarakannya memiliki muatan unsur yang bersifat psikologi, pendidikan,dan budaya. Ketiganya terpadukan dalam kegiatan konseling. Apabila salah satu atau lebih unsur-unsur itu
terabaikan, maka kegiatan konseling kehilangan jati dirinya sebagai pelayanan konseling yang cocok di Indonesia.
Konseling sangat dekat dengan psikologi,bahkan sebagian besar muatan konseling sebagai suatu ilmu bersumber dari psikologi. Psikologi sebagai ilmu pendukung yang paling pokok dalam onseling,bantuan yang demikian disebut bantuan psikologi.Psikologi dalam  konseling berarti
memberikan pemahaman tentang tingkah laku dan perkembangan individu menjadi sasaran layanan (individu atau klien). Ini sangat penting karena bidang garapan konseling adalah tingkah laku dan perkembangan individu,yaitu tingkah laku yang perlu diubah atau  dikembangkan secara optimal. Setiap individu yang berkembang harus menyelesaikan tugas-tugas perkembangan itu apabila ia hendak dikatakan  sebagai individu yang bahagia dan sukses.
Selain itu konseling didukung ilmu pendidikan karena individu yang terlibat di dalamnya menjalani proses belajar, dan kegiatan  tersebut bersifat normative, obyektif, dan berorientasi pemecahan masalah. Bersifat normative, yaitu dengan sengaja membantu individu berkembang ke arah baik dan benar yang diwujudkan dalam perubahan perilaku. Ilmu pendidikan sebagai ilmu normative memiliki landasan-landasan ilmiah dan menggunakan metode-metode ilmiah di dalam mewujudkan fungsi
keilmuannya, yaitu fungsi mempelajari dan membawa individu untuk mencapai tujuan yang iinginkan. Bersifat obyektif yaitu mempelajari apa adanya tentang individu sebagai suatu organisma yang sedang berkembang dan berbagai factor yang terkait dengan perkembangannya. Berorientasi pemecahan masalah baik dalam tataran obyektif (dalam proses mempelajari) maupun dalam tataran normative  (dalam proses membawa). Orientasi masalah dalam tataran obyektif  terfokus kepada
persoalan apa dan mengapa individu berada dalam kondisi demikian,dan orientasi masalah pada taran normative terkait dengan bagaimana mengembangkan, mengubah, dan memperbaiki kondisi tersebut. Pelayanan konseling harus didasarkan norma-norma yang berlaku, baik isinya, prosesnya, tekniknya, maupun instrumentasinya yang dipergunakannya. Pelayanan yang tidak normative bukanlah pelayanan konseling. Konseling yang dimaksud disini merupakan pelayanan bantuan
yang berakar pada budaya kita, dan mempunyai landasan ilmiah psikologi dan pendidikan.
 Teori pendidikan adalah pengetahuan tentang makna dan bagaimana seyogyanya pendidikan itu dilaksanakan,sedangkan praktek adalah tentang pelaksanaan pendidikan secara konkretnya nyatanya). Praksis pendidikan adalah bidang kehidupan dan kegiatan praktis pendidikan.
Kedua jenis seyogyanya tidak dipisahkan, sebaiknya  siapa yang berkecimpung dalam bidang endidikan perlu menguasai keduanya. Teori mengandaikan praktek dan praktek berlandaskan teori.
 Pendidikan dipandang bukan semata-mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang, tetapi juga untuk kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju  tingkat kedewasaannya. Pendidikan tidak dipandang hanya sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan keterampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan  keinginan, kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan sosial yang memuaskan.  Konseling sangat signifikan sebagai salah satu upaya pendidikan untuk membantu individu yang sedang dalam proses perkembangan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan dan tuntutan lingkungan. Hakikat pendidikan sebagai pembangunan nasional, pemberdayaan dan pembudayaan manusia, upaya pengembangan kemampuan manusia, dan sebagai investasi sumber daya manusia. Dalam pelaksanaannya, pendidikan yang tuntas tidak hanya didasarkan pada  pelayanan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru mata pelajaran dan layanan pelatihan yang dilakukan oleh guru praktik, tapi juga pada pelayanan  konseling yang dilakukan oleh konselor sekolah. 
Melalui layanan konseling, konselor akan membantu terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengatasan masalah agar  peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.

0 comments:

Post a Comment