Monday, November 4, 2013

STRATEGI PENGELOLAAN KELAS DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH


Pengelolaan kelas dalam pengembangan budaya dan iklim sekolah adalah segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana dan kondisi belajar di dalam kelas agar menjadi kondusif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan. Dengan kata lain pengelolaan kelas merupakan usaha dalam mengatur segala hal dalam proses pembelajaran, seperti lingkungan fisik dan sistem pembelajaran di kelas.
Pembelajaran yang efektif membutuhkan kondisi kelas yang kondusif. Kelas yang kondusif adalah ling­kungan belajar yang mendorong terjadinya proses belajar yang intensif dan efektif. Strategi belajar apapun yang di­tempuh guru akan menjadi tidak efektif jika tidak didukung dengan iklim dan kondisi kelas yang kondusif. Oleh karena itu guru perlu menata dan menge­lola lingkungan belajar di kelas sede­­mikian rupa sehingga menyenangkan, aman, dan menstimu­lasi setiap anak agar terlibat secara maksimal dalam proses pembelajaran.
Pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Ling­kung­an belajar yang memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional, dan mental dalam proses belajar, dan karena itu, akan dapat memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. ltulah sebabnya, mengapa setiap anak perlu diberi kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan apa yang mampu dan mau dilakukannya.
Pengelolaan kelas yang baik, dapat dilakukan dengan enam cara sebagai berikut; (1) penciptaan lingkungan fisik kelas yang kondusif (2) penataan ruang belajar sebagai sentra belajar (3) penciptaan atmosfir belajar yang kondusif, (4) penetapan strategi pembelajaran dan (5) pemanfaatan media dan sumber belajar, dan (6) penilaian hasil belajar.
Untuk lebih jelasnya ke enam cara tersebut di atas akan dijelaskan dalam uraian berikut.

A.       Lingkungan Fisik Kelas
Lingkungan fisik di kelas meliputi pengaturan ruang belajar yang didesain sedemikian rupa sehingga tercipta kondisi kelas yang menyenagkan dan dapat menumbuhkan semangat dan keinginan untuk belajar dengan baik seperti: pengaturan meja, kursi, lemari, gambar-gambar afirmasi, pajangan hasil karya siswa yang berprestasi, alat-alat peraga, media pembelajaran dan jika perlu di iringi dengan nuansa musik yang sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan atau nuansa musik yang dapat membangun gairah belajar siswa. Disain ruang kelas yang baik dimaksudkan untuk menanamkan, menum­­buh­kan, dan memperkuat rasa keber­agamaan dan perilaku-perilaku spritual siswa. Dengan ruang kelas yang baik, para siswa dapat berkomunikasi secara bebas, saling menghormati dan menghargai pendapat masing-masing. Di samping itu, dengan ruang kelas yang tertata dengan baik, guru akan leluasa memberikan perhatian yang maksimal terhadap setiap aktivitas siswa.

1.        Pengaturan meja-kursi
Susunan meja-kursi hendaknya memung­kinkan siswa-siswa dapat saling berinteraksi dan memberi keluasaan untuk terjadinya mobilitas pergerakan untuk melakukan aktivitas belajar. Meja-kursi juga hendaknya dapat digerakkan, dipindahkan, dan disusun secara fleksi­bel. Beri keleluasaan siswa mengatur sendiri atau memilih meja-kursinya masing-masing, walaupun mungkin akan tampak acak-acakan dan tidak beraturan. Prinsip pokok yang perlu diperhatikan dalam pengaturan meja-kursi adalah tatanan mana yang dapat menstimulasi dan mempertahakan tingkat keterlibatan belajar yang tinggi. Selain itu juga posisi tempat duduk siswa sebaiknya tidak tetap pada posisi tertentu, akan lebih baik jika posisi tempat duduk siswa di rubah setiap saat agar interaksi diantara siswa dalam kelas lebih terasa dan hal ini akan menumbuhkan sosialisasi diantara mereka serta mengatasi kebosanan siswa dengan posisi tempat duduk yang tetap.
Berikut dikemukakan beberapa bentuk penataan meja-kursi yang dapat dipilih oleh guru guna meningkatkan keterlibatan dan interaksi antar siswa dalam proses pembelajaran.

a.        Model huruf U
Model susunan meja-kursi model U dapat dipilih untuk berbagai tujuan. Dalam model ini, para siswa memiliki alas untuk menulis dan membaca, dapat melihat guru atau media visual dengan mudah, dan memungkinkan mereka bisa saling berhadapan langsung. Susunan model ini juga memudahkan untuk membagi bahan pelajaran kepada siswa secara cepat, di mana guru dapat masuk ke dalam huruf U dan berjalan ke berbagai arah.
Dalam menyusun meja-kursi model U, sediakan ruangan yang cukup antara satu tempat duduk dengan yang lainnya sehingga kelompok kecil siswa yang terdiri atas tiga orang atau lebih dapat keluar-masuk dari tempatnya dengan mudah.

b.        Model Corak Tim
Pada model ini, meja-meja dikelompokkan setengah lingkaran atau oblong di ruang tengah kelas agar memungkinkan guru melakukan interaksi dengan setiap tim (kelompok siswa). Guru dapat meletakkan kursi-kursi mengelilingi meja-meja guna menciptakan suasana yang akrab. Siswa juga dapat memutar kursi melingkar menghadap ke depan ruang kelas untuk melihat guru atau papan tulis.

c.         Model Meja Konferensi
Model ini cocok jika meja relatif persegi panjang. Susunan ini mengurangi dominasi pengajar dan meningkatkan keterlibatan siswa.


d.        Model Lingkaran
Dalam model ini, tempat duduk siswa disusun dalam bentuk lingkaran sehingga mereka dapat berinteraksi berhadap-hadapan secara langsung. Model lingkaran seperti ini cocok untuk diskusi kelompok penuh. Sediakan ruangan yang cukup, sehingga guru dapat menyuruh siswa menyusun kursi-kursi mereka secara cepat dalam berbagai susunan kelompok kecil. Jika mereka ingin menulis, mereka dapat menghadap ke meja masing-masing, namun jika mereka berdiskusi, mereka dapat memutar kursi untuk berhadap-hadapan satu sama lain.

e.         Model Fishbowl
Susunan ini memungkinkan guru melakukan kegiatan diskusi untuk menyusun permainan peran, berdebat, atau mengobservasi aktivitas kelompok. Susunan yang paling khusus terdiri atas dua konsentrasi lingkaran kursi. Guru juga dapat meletakkan meja pertemuan di tengah-tengah, dikelilingi oleh kursi-kursi pada sisi luar.




f.          Model Breakout groupings
Jika kelas cukup besar atau jika ruangan memungkinkan, letakkan meja-meja dan kursi di mana kelompok-kelompok kecil siswa dapat melakukan aktivitas belajar yang didasarkan pada tugas tim. Tempatkan susunan pecahan-pecahan kelompok saling berjauhan sehingga tim-tim itu tidak saling mengganggu. Tetapi hindarkan penempatan ruangan kelompok-kelompok kecil terlalu jauh dari ruang kelas utama sehingga hubungan di antara mereka dapat tetap terjaga.

g.        Model Workstation
Susunan ini tepat untuk lingkungan tipe laboratorium, di mana setiap siswa duduk secara berpasangan pada meja tertentu untuk mengerjakan suatu tugas (seperti mengoperasikan komputer, mesin, melakukan kerja laboral, dsb) sesaat setelah dimenostrasikan. Meja diatur sedemikian rupa, sehingga siswa dapat bekerja secara berpasangan sebagai partner belajar. Susunan seperti ini tepat digunakan bila pokok bahasan melibatkan tugas mandiri (seat work) sekaligus tugas kelompok kecil. Beberapa hal yang perlu diperhatikan berikut ini dalam menerapkan model ini.
·           Pengaturan meja-kursi sebaiknya dapat digerakkan, dipin­dahkan, dan disusun secara fleksi­bel.
·           Memberikan keleluasaan siswa mengatur sendiri atau memilih meja-kursinya masing-masing, walaupun mungkin akan tampak acak-acakan dan tidak beraturan.
·           Susunan meja-kursi yang baik adalah yang memung­kinkan siswa dapat saling berinteraksi dan memberi keluasaan untuk terjadinya mobilitas pergerakan untuk melakukan aktivitas belajar. Prinsip pokok yang perlu diperhatikan dalam pengaturan meja-kursi adalah tatanan mana yang dapat menstimulasi dan mempertahakan tingkat keterlibatan belajar yang tinggi.

2.        Pemajangan gambar dan warna
Pemajangan gambar dan pemilihan warna perlu mempertimbangkan saran-saran berikut.
a.         Siswa perlu dilibatkan dalam pengadaan dan penataan pajangan-pajangan yang dibutuhkan dalam kelas. Siswa, misalnya, dapat diminta membuat gambar, poster, motto, puisi, atau petikan ayat, hadis, dan pesan tokoh tertentu, untuk dipilih dan dipajang dalam kelas.
b.         Guna menghin­dari kejenuhan terha­dap gambar dan isi poster afirmasi yang sama, guru perlu secara priodik mengganti gambar-gambar atau poster-poster tersebut.
c.         Guna mengoptimalkan penataan ruang, maka hasil-hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas. Yang dipajang­kan dapat berupa hasil kerja perorang­an, berpa­sang­an, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam proses pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah. Di samping itu itu, karya-karya terpilih siswa yang dipajang dapat berfungsi sebagai reward dan praise yang dapat memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain.

3.        Pemanfaatan musik
Kehadiran suara musik lembut di kelas juga diyakini dapat memper­kuat daya tahan dan konsentrasi belajar siswa. Di samping itu, belajar sambil mendengar musik dapat menciptakan suasana menyenangkan dan rasa betah tinggal di kelas. Oleh karena itu, jika dana memungkinkan, di setiap kelas dapat disediakan radio tape untuk memutar dan memperdengarkan musik-musik lembut, khususnya saat siswa menger­ja­kan tugas-tugas yang menuntut konsentrasi dan daya pikir yang tinggi. Akan lebih baik, jika di kelas telah dipersiapkan dengan sound-system yang baik. Secara umum, semua pilihan musik untuk menopang aktivitas pembelajaran di kelas adalah jenis musik instrumentalia. Hanya pada saat jeda atau untuk maksud memberi efek khusus dapat dipilih musik yang berisi lirik lagu. Dan jika harus meng­gunakan musik dengan lirik, pilihlah yang me­ngandung pesan positif.

B.       Penataan Ruang Kelas sebagai Sentra Belajar
Sentra belajar merupakan area khusus di ruang kelas untuk menata materi, perlengkapan, peralatan, dan karya siswa yang terkait dengan pokok bahasan, keteram­pilan atau kegiatan tertentu. Sentra belajar bisa berlokasi di atas meja, rak buku, sudut ruang, atau bahkan di kolong meja. Sentra belajar bisa bersifat permanen atau hanya terkait dengan kegiatan atau bidang pembelajaran tertentu, misalnya sentra penerbitan, sentra pembel­ajaran matema­tika, kafe baca, dsb. Sentra belajar juga bisa bersifat fleksibel dan sementara (ditata untuk keperluan tema atau unit tertentu yang dipelajari).
Di samping itu, pelibatan siswa tersebut juga membantu membangun keterampilan “perawatan rumah” yang dipelukan untuk mempertahankan suasana kelas yang aktif dan berorientasi pada siswa. Untuk masud tersebut, guru dapat mendorong siswa untuk memiliki dan mengemukakan beberapa pilihan dalam menyusun aturan dasar bagi kegiatan berbasis-sentra mereka.
Beberapa praktik yang baik dalam menata sentra-sentra belajar (good practice) dikemukakan berikut ini:
·           Dalam menata kelas menjadi sentra belajar, sejumlah guru bidang studi melibatkan siswa terutama dalam perencanaan dan pengadaan sumber-sumber belajar yang diper­lukan. Pelibatan siswa dalam merancang ruang kelas menjadi sentra-sentra belajar dapat membangun rasa ke­bang­gaan dan kebersamaan di kalangan siswa.
·           Sistem moving-class (kelas berpindah) merupakan alternatif yang dapat ditempuh untuk mengefektifkan penataan ruangan kelas sebagai sentra belajar. Dalam sistem moving-class ini, ruang-ruang kelas tertentu ditata khusus untuk mendukung pembelajaran mata pelajaran tertentu. Ada kelas sains, kelas bahasa, kelas matematika, kelas kesenian, dan sebagainya. Kelas-kelas ini ditata menjadi semacam home-room atau sentra belajar khusus. Meja, kursi, peralatan, media, pajangan, dan berbagai aspek yang ada di kelas diatur sedemikian rupa sesuai kebutuhan dan karaketeristik pembel­ajar­an mata pelajaran tertentu.
Penggunaan sistem moving-class seperti itu memiliki beberapa keuntungan, sebagai berikut:
·           Atmosfir dan tatanan kelas dapat memperlancar aktivitas dan proses pembelajaran. Semua elemen dalam kelas menjadi semacam reinforcer (penguat) dan stimulator untuk membangkitkan gairah dan aktivitas belajar terhadap mata pelajaran tertentu.
·           Memungkinkan penggunaan sarana, fasilitas, serta berbagai media dan peralatan belajar secara lebih efisien. Media dan peralatan pembelajaran Sains, misalnya, tidak perlu ada di semua kelas, semua kebutuhan pembelajaran mata pelajaran tersebut cukup ditempatkan dan ditata khusus pada kelas tertentu. Demikian pula kebutuhan media dan alat bantu belajar pada mata-mata pelajaran lainnya ditata khusus pada kelas-kelas tersendiri.
·           Setiap hari, siswa dapat menikmati dan mengalami proses belajar pada tempat dan lingkungan belajar yang bervariasi. Mobilitas gerak seperi Ini dapat menghindar­kan siswa dari kejenuhan akibat tata ruang kelas yang monoton.
·           Pergerakan-pergerakan yang dialami siswa saat perpindahan kelas memungkinkan terjadinya interkasi yang lebih aktif dan hidup di kalangan siswa. Ini dapat menstimulasi dan mengembangkan sikap-sikap empati, kerjasama, kepedulian, dan berbagai sikap prososial siswa lainnya.

1.        Pengelolaan Aktivitas Belajar Siswa
Biasanya, pengelolaan aktivitas belajar siswa dilakukan dalam be­ragam bentuk seperti individual, berpasangan, kelompok kecil, atau klasikal. Beberapa pertimbangan perIu diperhitungkan sewaktu melakukan penge­lolaan siswa. Antara lain jenis kegiatan, tujuan kegiatan, keterlibatan siswa, waktu belajar, dan ketersediaan sarana/prasarana. Hal yang sangat penting perIu diperhitungkan adalah keberagaman karakteristik siswa. Guru harus memahami bahwa setiap siswa memiliki karakter yang berbeda-beda. Untuk itu, perlu dirancang kegiatan belajar mengajar dengan suasana yang memungkinkan setiap siswa memperoleh peluang sama untuk menunjukkan dan mengembangkan potensinya. Berikut ini beberapa contoh perbedaan karakteristik masing-masing siswa (lihat Tabel 1).

2.        Pengelolaan Waktu
Pembelajaran berlangsung selama priode waktu tertentu. Waktu me­ru­pakan sumber terbatas yang perlu dialokasi dan dimanfaatkan secara efesien dan efektif. Alokasi waktu pelaksanaan pembelajaran setiap mata pelajaran telah dialokasikan dalam satuan jam tertentu. Alokasi jam pembelajaran tersebut harus dapat digunakan secara optimal untuk menghasilkan perubahan belajar pada diri siswa.
Guna mengoptimalkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk ke­butuhan pembelajaran, guru perlu memperhatikan beberapa petunjuk be­rikut ini.
·           Hindari waktu terbuang akibat keterlambatan penyiapan sumber atau media, penundaan memulai awal pembelajaran, atau terlalu banyak meng­gunakan waktu untuk menyelesaikan tugas administratif. Guru perlu menemukan cara-cara kerja yang efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas administratif yang memang perlu







Tabel 1 Faktor Keberagaman Karekteristik Siswa dan Implikasi bagi Pengelolaan Siswa

Faktor Keberagaman
Pengelolaan Siswa
Isi (by content)
Memberikan peluang kepada siswa untuk mempelajari materi yang berbeda dalam sasaran kompetensi yang sama ataupun berbeda.
Minat dan motivasi siswa (by interest)
Memberikan peluang kepada siswa untuk berkreasi sesuai dengan minat dan motivasi belajar terlepas dari kompetensi yang sama atau berbeda. Hal ini diharap­kan mampu me­macu motivasi siswa untuk belajar lebih lanjut secara mandiri.
Kecepatan tahapan belajar (by piece)

Memberikan peluang kepada siswa untuk belajar (bekerja) sesuai dengan kecepatan belajar yang dimili­kinya. Keber­a­gam­an bisa pada kompetensi dan/atau isi materi pelajaran, serta kegiatan yang dilakukan siswa.
Tingkat kemampuan (by level)

Memberikan peluang kepada setiap siswa untuk men­ca­pai kompetensi secara maksimal sesuai dengan ting­kat ke­mam­­pu­an yang dimiliki. Keberagaman bisa pada kompetensi dan/ atau isi materi pelajaran serta kegiatan yang dilakukan siswa.
Reaksi yang diberikan siswa (by respond)
Memberikan kesempatan atau peluang kepada siswa untuk menunjukkan respon melalui presentasi/penyajian hasil karyanya secara lisan, tenulis, benda kreasi, dan sebagainya.
Siklus cara berpikir (by circular sequence)
Memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk mengua­sai materi melalui cara-cara berdasarkan perspektif yang mereka pilih. Struktur pengetahuan (by structure) memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih (menyeleksi) materi berdasarkan cara yang dikuasai, misalnya: dari yang mudah ke sulit, dari yang diketahui ke yang tidak diketahui, dari dekat ke jauh.
Waktu (by time)

Memberikan perhatian kepada setiap individu siswa yang kemungkinannya memiliki perbedaan durasi untuk mencapai ketuntasan dalam belajar.
Pendekatan pembelajaran (by teaching style)
Memberikan perlakuan yang berbeda kepada setiap indi­vidu sesuai dengan keadaan siswa.

·           Dilakukan untuk menunjung program pembelajarannya. Penggunaan komputer merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh.
·           Mulai pembelajar­an pada waktunya. Hindari menghabiskan terlalu banyak waktu menghadapi siswa terlambat atau problem siswa lain. Guru terkadang terlalu banyak menghabiskan waktu mengurusi siswa-siswa terlambat atau menampilkan perilaku salah-suai lainnya. Siswa-siswa semacam itu sebaiknya ditangani setelah waktu pembelajaran, atau dilimpahkan ke konselor sekolah.
·           Hindari meng­hentikan PBM sebelum waktunya. Jika skenario pembel­ajaran disiapkan dengan baik, guru dapat mememperkirakan macam dan kuantitas kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan alokasi waktu yang ditetapkan. Dengan demikian, sumber-sumber waktu yang disediakan un­tuk setiap jam pembelajaran dapat digunakan secara efektif dan efisien.
·           Hindari terjadinya hal-hal yang dapat mengganggu selama proses pem­belajaran. Kondisikan agar prosedur dan kegiatan rutin siswa di kelas da­pat dilakukan dengan lancar dan cepat. Gunakan petunjuk tertulis, denah, atau gambar untuk membantu siswa memahami apa yang harus dila­kukan, bagaimana dan di mana suatu tugas harus dilakukan. Tata peralatan dan bahan yang diperlukan sedemikian rupa di lokasi yang mudah dijangkau dan digunakan oleh semua siswa saat dibutuhkan. Penataan ruang kelas yang baik, sebagaimana diuraikan sebelumnya, dapat membantu memperlancar aktivitas pembelajaran di kelas.
·           Tingkatkan time on-task setiap siswa untuk mengikuti setiap sesi pembel­ajar­tan. Time on-task siswa, yaitu curah waktu dimana siswa secara aktif ter­libat secara mental pada proses belajar. Ini dapat dilakukan dengan me­ngait­kan pelajaran dengan hal-hal yang menarik, bersifat melibatkan, dan sesuai dengan minat siswa.
·           Pertahankan momentum belajar. Momentum belajar adalah momen, kesempatan, atau saat khusus tertentu di mana kelas sedang berada pada kondisi sangat kondusif dan terlibat aktif dalam proses pembelajar­an. Setiap siswa bergiat untuk saling belajar. Mempertahan momentum belajar se­lama proses pembelajaran merupakan salah satu kunci untuk menjaga tingkat keterlibatan belajar yang tinggi. Dalam kelas yang menjaga mo­men­tum dengan baik, siswa selalu memiliki sesuatu untuk dilakukan dan begitu pekerjaan dimulai tidak ada lagi gangguan yang merusak konsentrasi belajar.



C.       Penciptaan Atmosfir Belajar
Lingkungan sistem pembelajaran meliputi berbagai hal yang dapat memperlancar proses belajar mengajar dikelas seperti: Kompetensi dan kreativitas guru dalam mengembangkan materi pembelajaran, penggunaan metode dan strategi belajar yang bervariasi, pengaturan waktu dalam proses belajar mengajar dan pengunaan media dan sumber pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran serta penentuan evaluasi untuk mengukur hasil belajar siswa. Keselurahan aspek yang dijelaskan di atas didesain sedemikian rupa dalam proses pembelajaran.
Yang menjadi penekanan dalam penciptaan atmosfir belajar yang kondusif adalah penciptaan suasana pembelajaran yang (1) menyenangkan, (2) mengasyikkan, (3) mencerdaskan, dan (4) menguatkan.

1.        Menyenangkan dan mengasyikkan
Menyenangkan dan mengasyikkan terkait dengan aspek afektif pera­saan. Guru harus bera­ni meng­ubah iklim dari suka ke bisa. Guru hendak­nya da­pat me­ngundang dan mencelupkan siswa pada suatu kondisi pembel­ajaran yang disukai dan menantang siswa untuk berkreasi secara aktif. Rancangan pembelajaran terpadu dengan materi pembelajaran yang kontekstual harus dikembangkan secara terus menerus de­ngan baik oleh guru. Untuk keperluan itu guru-guru dilatih:
·           bersikap ramah
·           membiasakan diri selalu tersenyum
·           ber­komunikasi dengan santun dan patut
·           adil terhadap semua siswa
·           senantiasa sabar menghadapi berbagai ulah dan perilaku siswanya.
·           menciptakan kegiatan belajar yang kreatif melalui tema-tema yang me­narik yang dekat dengan kehidupan siswa.

2.        Mencerdaskan dan menguatkan
Mencerdaskan bukan hanya terkait dengan aspek kognitif, melainkan juga dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligence). Tidak kalah pentingnya adalah bagaimana guru dapat mengalirkan pendi­dikan normatif ke dalam mata pel­ajaran sehingga menjadi adaptif dalam kese­harian anak. Inilah yang merupakan tujuan utama dari fundamen pendidikan ke­cakapan hidup (life skill). Oleh karena itu, guru dilatih:
·           Memilih tema-tema yang da­pat meng­ajak anak bukan hanya sekedar berpikir, melainkan juga dapat merasa dan bertindak untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab­nya.
·           Teknik-teknik penciptaan suasana yang menyenangkan dalam pembelajaran, karena jika anak se­nang dan asyik, tentu saja bukan hanya kecer­dasan yang diperoleh, melain­kan juga me­kar­nya “kepriba­dian anak” yang menguatkan mereka sebagai pembelajar.
·           Memberikan pemahaman yang cukup akan pentingnya memberikan keleluasaan bagi siswa dalam proses pembelajaran.
·           Jangan terlalu banyak aturan yang dibuat oleh guru dan harus ditaati oleh anak akan menyebabkan anak-anak selalu diliputi rasa takut dan sekaligus diselimuti rasa bersalah.
Beberapa praktik penciptaan atmosfir belajar yang baik (good practice) dikemukakan berikut ini.
·           Sebelum memulai pelajaran, dengan sikap yang ramah dan penuh senyuman guru menyapa beberapa orang siswa dan menanyakan mengenai keadaan dan kesiapan masing-masing siswa untuk belajar. Bahkan ada guru yang membuka pelajaran diawali dengan nyanyian pendek dan selanjutnya menugaskan seseorang siswa melanjutkan lagu tersebut.
·           Di awal pelajaran, guru membiasakan siswa untuk berdoa secara bersama agar Tuhan senantiasa memberikan kesehatan dan kemudahan dalam memahami pelajaran. Selanjutnya, guru juga tidak lupa memberikan pencerahan-pencerahan rohani kepada para siswa agar mereka senantiasa saling menghormati dan menghargai, kejujuran dan tanggung jawab bagi setiap tugas yang diberikan.
·           Selama proses pembelajaran berlangsung, guru senantiasa mengembangkan bentuk komunikasi yang efektif, agar siswa dapat bertanya atau mengemukakan pendapat dalam suasana yang menyenangkan dan merasa tidak tertekan, tidak takut atau merasa bersalah.

D.       Penerapan Strategi Pembelajaran
Sebelum membahas tentang strategi pembelajaran, terlebih dahulu perlu dipahami tentang konsep belajar seperti berikut ini.
·           Siswa akan lebih mudah membangun pemahaman apabila dapat meng­komunikasikan gagasannya kepada siswa lain atau kepada gurunya. Dengan kata lain, membangun pemahaman akan lebih mudah melalui interaksi dengan ling­kungan sosialnya.
·           Interaksi memungkinkan terjadinya perbaikan terhadap pemahaman siswa melalui diskusi, saling bertanya, dan saling menjelaskan. Interaksi dapat ditingkatkan dengan bel­ajar kelompok.
·           Penyam­paian ga­gas­an oleh siswa dapat mempertajam, mem­­­perda­lam, memantapkan, atau me­nyem­pumakan ga­gasan itu karena mem­peroleh tang­gapan dari siswa lain atau gurunya.
·           Dalam proses pembelajaran siswa senantiasa perIu dido­rong untuk mengkomuni­kasikan gagasan, ha­sil kreasi dan temuannya kepada siswa lain, guru atau pihak-pihak lain. Dengan demikian pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi dengan meng­hargai perbedaan (pendapat, sikap, kemam­­puan, prestasi) dan berlatih untuk bekerja­sama. Artinya, pembelajaran itu diharapkan dapat mendorong siswa untuk mengembangkan empatinya sehingga dapat terjalin saling pengertian dengan menyelaraskan penge­tahuan dan tindakannya.
Dengan pemahaman seperti hal tersebut di atas, guru-guru menyadari bahwa strategi pembelajaran merupakan hal yang pen­ting dalam kegiatan be­lajar meng­­ajar di kelas, karena strategi dapat menciptakan kondisi bel­ajar yang men­dukung pencapaian tujuan pem­belajaran. Selain itu, strategi pembelajaran yang di­pilih dan dipergunakan dengan baik oleh guru dapat men­do­rong siswa untuk aktif mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas, dan penggu­naan strategi pembelajaran secara baik dapat berdampak pada me­ningkatnya keteram­pilan mengajar guru dan rasa percaya dirinya.
Beberapa strategi pembelajaran yang dapat menciptakan budaya dan iklim sekolah dapat dikemangkan antara lain (1) pembelajaran berbasis masa­lah, (2) pembelajaran inquiry, (3) pembelajaran berbasis pro­yek/tugas, (4) pembel­ajaran koope­ratif, (5) pembelajaran partisipatory, dan (6) pembelajaran scaffolding.

1.        Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
Untuk dapat menerapkan strategi pembelajaran berbasis masalah, maka seorang guru sebaiknya menggunakan masalah dunia nyata se­bagai kon­teks pembelajaran. Melalui dunia nyata yang terjadi di sekitar mereka, maka siswa dapat belajar mengembangkan cara berpikir kritis dan kete­rampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan dan kon­sep esen­sial dari materi pelajaran. Pembelajaran bermakna hanya dimung­kinkan terjadi bila siswa dapat mengerahkan proses berpikir tingkat tinggi, seperti pada level analisis, sintesis, dan evaluasi. Ka­rena itu, guna merang­sang kemampuan berpikir tingkat tinggi dari siswa, mereka perlu di­orientasikan pada situasi/dunia nyata dengan segala problemanya. Para siswa akan tertantang bagaimana belajar, dengan menggunakan fenomena di dunia nyata sekitarnya.
Pembelajaran berbasis masalah dapat ditempuh melalui lima tahap se­ba­gai berikut.
Þ       Tahap 1: orientasi siswa kepada masalah.
       Guru menjelaskan tujuan pem­belajaran dan logistik yang dibutuhkan, serta memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
Þ       Tahap 2: mengorganisasi siswa untuk belajar.
       Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorgani­sasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Þ       Tahap 3: membimbing penyelidikan individual dan kelompok.
       Guru men­­dorong siswa untuk me­­ngum­­­­­­­­­pulkan informasi yang sesuai dan me­laksana­kan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan peme­cah­an masalahnya.
Þ       Tahap 4: mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
       Guru memban­tu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, serta membantu mereka mambagi tugas dengan temannya.
Þ       Tahap 5: menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
       Guru membantu siswa me­­la­­ku­kan refleksi atau evaluasi terhadap pe­nye­lidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.

2.        Strategi Pembelajaran Inquiri
Pembelajaran inquiry mendorong siswa untuk mengalami, melakukan per­cobaan, dan menemukan sendiri prinsip-prinsip dan konsep yang di­ajar­kan. Stra­tegi pembelajaran inquiry & discovery memiliki beberapa keuntungan, seperti da­pat mem­bangkitkan curiosity, minat, dan motivasi sis­wa untuk terus belajar sampai dapat menemukan jawaban. Di samping itu, melalui penerapan stra­tegi inquiry & discovery, siswa juga dapat belajar memecahkan masalah secara man­diri dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis se­bab mereka harus meng­analisis dan mengutak-atik data dan informasi.
Secara operasional, pembelajaran inquiry & discovery dapat ditempuh melalui tahapan berikut:
Þ       Sajikan situasi teka-teki (puzzling situation) yang sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Jelaskan prosedur inkuiri dan sajikan masalah.
Þ       Minta siswa mengumpulkan informasi melalui observasi atau berdasar peng­alaman masing-masing.
Þ       Minta siswa menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gam­bar, bagan, tabel, atau karya lain.
Þ       Minta siswa mengkomunikasikan dan menyajikan hasil karyanya, mi­sal­­nya dalam bentuk penyajian di kelas, menempelkan di majalah dinding, menulis di koran, dsb.
Þ       Dalam penyajian di kelas, bangkitkan tanggapan dan penjelasan siswa lain. Minta tanggapan balik (counter-suggestions) dan selidiki tanggap­an sis­wa. Hadapkan mereka dengan demonstrasi-demonstrasi tam­bah­an un­tuk meng­eksplorasi lebih jauh fenomena.
Þ       Ciptakan lingkungan yang dapat menerima jawaban salah tapi masuk akal. Selalu minta siswa memberi alasan atas jawaban-jawaban mere­ka. Sajikan tugas-tugas yang berkaitan kemudian cermati dan beri balik­an atas pemikiran yang diajukan siswa.

3.        Strategi Pembelajaran Berbasis Proyek/Tugas
Pembelajaran berbasis proyek/tugas (project-based/task learning) di­tandai dengan pengelolaan lingkungan belajar yang memungkin­kan siswa me­lakukan penyelidikan terhadap masalah otentik termasuk pen­dalaman ma­teri dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lain­nya. Dalam pem­bel­ajaran berbasis proyek, siswa diberikan tu­gas atau pro­yek yang kompleks, cukup sulit, lengkap, tetapi realistik dan kemudian di­be­rikan bantuan secukupnya agar mereka dapat menyelesaikan tugas. Di sam­ping itu, penerapan strategi pembel­ajaran berbasis proyek/­tugas ini mendo­rong tumbuhnya kompetensi pengiring (nurturant) seperti kreativitas, ke­mandirian, tanggung jawab, keper­cayaan diri, dan berpikir kritis dan analitis.
Implementasi pembelajaran berbasis proyek/tugas didasarkan kepada empat prinsip berikut ini.
Þ       Membuat tugas bermakna, jelas, dan menantang
       Guna mempertahankan tingkat keterlibatan siswa dalam proses pem­bel­ajaran, maka tugas yang diberikan kepada siswa harus cukup ber­makna dan memiliki tujuan yang jelas. Siswa perlu mengetahui de­ngan tepat apa yang mereka harus kerjakan, mengapa mereka me­nger­jakan pekerjaan itu, dan apa yang dibutuhkan untuk menyele­sai­kan pekerjaan itu.
Þ       Menganekaragamkan tugas-tugas
       Pilihan tugas yang beraneka ragam dapat menambah daya tarik tugas pe­kerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Jika tugas belajar yang dibe­rikan cu­kup bervariasi, siswa dapat lebih termotivasi dan lebih terlibat aktif dalam menger­jakannya. Pilihan mengenai tugas belajar tidak ter­batas dan tidak ada alasan bagi guru untuk membuat jenis tugas yang sama dari hari ke hari.
Þ       Menaruh perhatian pada tingkat kesulitan
       Menetapkan tingkat kesulitan yang cocok atas tugas-tugas yang dibe­rikan kepada siswa merupakan satu bahan baku penting untuk menja­min ke­ter­libatan berkelanjutan yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas ter­sebut. Jika siswa diharapkan untuk bekerja secara man­­diri, tugas yang dibe­ri­kan harus memiliki tingkat kesulitan yang men­jamin kemungkinan berhasil tinggi. Siswa tidak akan tertantang ketika tugas-tugas yang dibe­rikan terlalu mudah. Tugas yang baik per­lu memiliki tingkat kesulitan cu­kup sehingga kebanyakan siswa me­mandangnya sebagai sesuatu yang menan­tang, na­mun cukup mudah sehingga kebanyakan siswa akan me­nemukan pemecah­annya dan mengerjakan tugas tersebut atas jerih pa­yah sendiri.
Þ       Memonitor kemajuan siswa
       Salah satu tugas penting guru adalah memonitor tugas-tugas pe­ker­jaan kelas dan pekerjaan rumah. Monitoring tersebut bertujuan un­tuk me­nge­tahui apa­kah siswa memahami tugas mereka melalui peme­rik­saan pe­kerjaan siswa dan pe­ngem­balian tugas dengan umpan ba­lik? Guru harus selalu me­nye­diakan waktu 5 atau 10 menit untuk ber­keliling di antara sis­wa yang be­kerja untuk memastikan apakah mere­ka memahami dan me­ngerjakan dengan benar tugas yang diberikan. Apabila siswa bekerja ber­kelompok, maka guru hendaknya berada dalam kelompok tersebut secara bergantian dan berke­liling di antara sis­wa yang bekerja secara mandiri. Selanjutnya, guru perlu menyiap­kan waktu untuk mengoreksi pekerjaan yang dihasilkan siswa dan mengembalikan kepada mereka dengan umpan balik, ter­masuk mem­beri reinforcement dalam bentuk reward bagi hasil karya yang baik dan catatan-catatan penyempurnaan bagi karya yang belum optimal.

4.        Strategi Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa bekerja dalam ke­lom­pok kecil untuk saling membantu belajar satu sama lain. Strategi pem­belajaran ini, me­mungkinkan pengembangan sejumlah kompetensi nurtu­rant pada diri siswa, seperti:
Þ       Mengembangkan keterampil­an komunikasi, kerja sama, kepekaan so­sial, tanggung jawab, tenggang rasa, dan penyesuaian sosial.
Þ       Membangun persahabatan, rasa saling percaya, kebiasaan bekerja­ sa­ma, dan sikap prososial.
Þ       Memperluas perspektif wawasan, keyakinan terhadap gagasan sendiri, rasa harga diri, dan penerimaan diri.
Þ       Memungkinkan sharing pengalaman dan saling membantu dalam meme­cah­kan masalah pembelajaran.
Þ       Mengoptimalkan penggunaan sumber belajar dan pencapaian hasil bel­ajar.
Secara operasional, pembelajaran kooperatif dapat diterapkan melalui metode Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan metode Inves­tigasi Kelompok (Group Investigation)
Pelaksanaan metode STAD ditempuh de­ngan beberapa tahapan sebagai berikut:
Þ       Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota.
Þ       Setiap tim memiliki anggota heterogen (jenis kelamin, ras, etnik, ke­mam­puan belajar).
Þ       Tiap anggota menggunakan lembar kerja akademik.
Þ       Tiap anggota saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi.
Þ       Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu dilakukan eva­luasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan yang telah dipelajari.
Þ       Setiap siswa dan setiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar. Siswa atau tim yang meraih prestasi tertinggi atau men­capai standar tertentu diberi penghargaan.
Metode Invistigasi Kelompok dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut:
Þ       Seleksi topik, para siswa memilih berbagai sub-topik dalam satu wilayah ma­salah umum terkait dengan tujuan pembelajaran.
Þ       Organisasi, para siswa dibagi ke dalam kelompok yang berorientasi pada tu­gas dan beranggotakan 2 - 6 orang dengan komposisi he­terogen.
Þ       Merencanakan kegiatan kerjasama, siswa bersama guru meren­ca­nakan ber­bagai prosedur belajar khusus, tugas, dan tujuan umum yang sesuai dengan sub-topik yang telah dipilih.
Þ       Tahap implementasi. Siswa melaksanakan rencana yang telah disu­sun. Do­rong siswa menggunakan berbagai sumber, baik di dalam maupun di luar sekolah.
Þ       Analisis dan sintesis, siswa menganalisis dan mensintesiskan berbagai informasi yang diperoleh dan membuat ringkasan untuk disajikan di depan kelas.
Þ       Penyajian hasil akhir, setiap kelompok menyajikan hasil investigasi kelom­poknya di depan kelas.
Þ       Evaluasi, guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup siswa secara individu atau secara berkelom­pok, atau keduanya.

5.        Strategi Pembelajaran Partisipatori
Pembelajaran partisipatori me­­nekankan pelibatan siswa untuk berpar­tisipasi dan ikut menentukan berbagai aktivitas pembelajaran. Setiap siswa ada­lah subjek yang kepentingannya perlu diperhatikan dan diakomodasi da­lam pro­ses pembelajaran. Pelibatan siswa dalam perencanaan dan penen­tuan berbagai pilihan tindakan pem­belajaran dapat meningkatkan motivasi dan komitmen siswa untuk menekuni setiap tugas pembelajaran. Di samping itu, strategi ini dapat men­do­rong tumbuh dan berkembangnya jiwa demok­ratis serta kemampuan mengemu­kakan dan menerima pendapat di kalangan siswa.
Pelaksanaan pembelajaran partisipatori dapat ditempuh melalui stra­te­gi sebagai berikut:
Þ       Libatkan siswa dalam membuat perencanaan dan pilihan tindakan yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Misalnya, dalam memu­tus­kan me­nge­nai strategi umum yang perlu ditempuh, sumber pem­belajaran, cara-cara menyelesaikan tugas, bentuk dan tugas kelom­pok, dsb.
Þ       Gunakan berbagai teknik, seperti brainstorming, meta-plan, diskusi kelom­pok fokus untuk mendorong semua siswa mengemu­kakan ga­gasan masing-masing.
Þ       Evaluasi setiap alternatif berdasarkan kelayakan (kemampuan, sum­ber­­daya, waktu, fasilitas), kemudian sepakati pilihan yang dapat di­terima se­mua pihak. Dimungkinkan setiap individu atau kelompok me­milih ca­ranya masing-masing untuk mencapai tujuan sepanjang ber­kontribusi pada pencapaian tujuan pembelajaran.
Þ       Dorong siswa melaksanakan alternatif tindakan secara konsisten, na­mun tetap memberi peluang dilakukannya refleksi, revisi, dan per­ubahan rencana tindakan.

6.        Strategi Pembelajaran Scaffolding
Pembelajaran scaffolding merupakan praktik assisted learning, yakni teknik pemberian dukungan belajar yang pada tahap awal diberikan secara lebih terstruktur, kemudian secara berjenjang sebagai peranan guru dalam men­dukung perkem­bangan siswa dan menyediakan struktur dukungan untuk men­capai tahap atau level berikutnya. Ketika pengetahuan dan kompe­tensi belajar siswa meningkat, guru secara berangsur-angsur mengurangi pem­berian dukung­an. Sesungguhnya, strategi pembelajaran scaffolding mendo­rong siswa menjadi pelajar yang mandiri dan mengatur diri sendiri (self- re­gulating). Jika siswa belum mam­pu men­­ca­pai kemandirian, guru kembali ke sistem dukungan untuk mem­bantu siswa memperoleh kemajuan sampai me­reka mampu mencapai keman­dirian.
Beberapa keuntungan pembelajaran Scaffolding adalah:
Þ       Memotivasi dan mangaitkan minat siswa dengan tugas belajar.
Þ       Menyederhanakan tugas belajar sehingga bisa lebih terkelola dan bisa dicapai oleh anak.
Þ       Memberi petunjuk untuk membantu anak berfokus pada pencapaian tujuan.
Þ       Secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan anak dan solusi standar atau yang diharapkan.
Þ       Mengurangi frustasi dan resiko.
Þ       Memberi model dan mendefenisikan dengan jelas harapan mengenai aktivitas yang akan dilakukan.
Teknik pembelajaran scaffolding dapat dilakukan dengan format: (1) pemberian model perilaku yang diharapkan, (2) pemberian penjelasan, (3) mengundang siswa berpartisipasi, (4) menjelaskan dan mengklarifikasi pema­haman siswa, dan (5) mengundang siswa untuk mengemukakan pendapat.
Secara operasional, strategi pembelajaran scaffolding dapat ditempuh melalui tahapan berikut.
Þ       Asesmen kemampuan dan taraf perkembangan setiap siswa untuk me­nen­tukan Zone of Proximal Development (ZPD).
Þ       Jabarkan tugas pemecahan masalah ke dalam tahap-tahap yang rinci se­hingga dapat membantu siswa melihat zona yang akan di-scaffold.
Þ       Sajikan tugas belajar secara berjenjang sesuatu taraf perkembangan sis­wa. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui penje­lasan, per­ingat­an, dorongan (mo­tivasi), penguraian masalah ke dalam langkah peme­cah­an, dan pembe­rian contoh (modeling).
Þ       Dorong siswa untuk menyelesaikan tugas belajar secara mandiri.
Þ       Berikan dukungan dalam bentuk pemberian isyarat, kata kunci, tanda­ mata (reminders), dorongan, contoh, atau hal lain yang dapat meman­cing siswa bergerak ke arah kemandirian belajar dan pengarahan diri.
Dalam mengimplementasikan strategi-strategi pembelajaran yang di­sa­­rankan, guru harus selalu mengingat bahwa kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya senantiasa diarahkan untuk pencapaian dampak instruksi­onal dan dampak pengiring. Dampak instruksional bermuara pada kecer­dasan inte­lek­tual (IQ), sedangkan dampak pengiring bermuara pada kecer­dasan emo­sional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Untuk keperluan itu, diharapkan guru dapat memilih dan me­rancang serta mengembangkan me­dia pembelajaran agar dapat memudahkan pencapaian IQ, EQ, dan SQ ter­sebut.
Beberapa praktik penerapan strategi pembelajaran yang baik (good practice) yang telah dilaksanakan di sekolah dikemukakan berikut ini.
·           Dalam memilih dan menentukan strategi pembelajaran, pada umumnya guru bidang studi melibatkan siswa, serta menyesuaikan dengan tingkat kesulitan kompetensi dasar yang terdapat dalam kurikulum. Di samping itu, dalam menentukan strategi pembelajaran, guru juga mencermati tujuan pembelajaran yang hen­dak dicapai, jumlah siswa yang terlibat di dalam pro­ses pem­bel­ajar­an, serta lama waktu yang tersedia untuk mencapai tujuan yang dimak­sud.
·           Pada umumnya guru bidang studi menyadari sepenuhnya bahwa strategi pembelajaran yang dipilih ada­lah strategi yang dapat membuat siswanya mempunyai keyakinan bahwa di­rinya mampu belajar dan dapat memanfaatkan potensi siswa seluas-luasnya.
·           Sejumlah guru telah berhasil menggunakan berbagai variasi strategi pembelajaran dalam pencapaian kompetensi dasar tertentu yang terdapat di dalam kurikulum. Misalnya dalam pembelajaran bidang studi IPA, IPS, kesenian, atau olah raga memadukan strategi kooperatif dengan berbasis masalah dan strategi inquiry.
·           Dengan memadukan strategi partisipatorik-penugasan, siswa mampu berkreasi seni suara dengan baik serta menanggapi beragam karya musik sesuai sifat dan karakteristik setiap jenis musik.
·           Semua strategi yang dipilih dan diterapkan oleh guru, senantiasa diawali dengan pembacaan doa sebelum dan sesudah berolahraga.
·           Meskipun belum semua guru SMA unggulan telah menerapkan strategi pembelajaran seperti yang diharapkan, namun sejumlah guru telah berhasil menerapkan berbagai strategi pembelajaran di sekolah masing-masing. Mereka mengakui bahwa selama ini, strategi pembelajaran yang diberikan hanya sebatas pada ceramah, diskusi, dan pemberian tugas.

E.       Pemanfaatan Media dan Sumber Belajar
Untuk mendukung pembelajaran dengan baik, maka guru perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan menggunakan berbagai media dan sumber belajar. Penge­tahuan dan pengalaman tersebut akan membantu guru dalam menentu­kan media yang sesu­ai dengan kebutuhan pembelajaran.
Media dan sumber belajar yang disediakan gu­ru hendaknya dapat mendorong dan membantu siswa untuk melibatkan mental secara aktif melalui beragam kegiatan, seperti kegiatan mengamati, bertanya, mempertanyakan, menjelaskan, berkomentar, mengajukan hipote­sis, mengumpulkan data, dan sejumlah kegiatan mental lainnya.
Untuk keperluan itu, materi penggunaan media dan sumber belajar yang diberikan dalam pelatihan tersebut meliputi:
·           Pengenalan berbagai jenis media pembelajaran dan fungsinya masing-masing dalam pembelajaran.
·           Latihan mencari berbagai sumber belajar yang sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dicapai.

1.        Sumber Situasi Nyata (Sumber Berbasis Lingkungan)
Situasi kehidupan nyata dan lingkungan sekitar yang ada di sekitar siswa merupakan sumber belajar yang sangat penting dan dapat memberi informasi dan pengalaman belajar yang tidak terbatas bagi siswa. Ada banyak informasi, fakta, dan pengetahuan yang dapat digali situasi nyata dan lingkungan sekitar guna mendukung rekonstruksi dan mempekaya pemahan dan pengalaman belajar siswa.

2.        Sumber Menggunakan Situasi Buatan
Guru tidak selalu mampu menye­dia­kan situasi nyata. Kesempatan untuk mengunjungi tempat-tempat yang menyajikan situasi nyata untuk belajar seringkali tidak tersedia atau sulit dilakukan. Dalam keadaan seperti ini, guru tetap dapat meng­hadirkan situasi kehidupan dan feno­mena lingkungan dengan membuat situasi buatan. Situasi dan aktivitas kelas ditata sedemikian rupa menyerupai apa yang terjadi dalam lingkungan nyata. Dengan demikian, peningkatan pemahaman siswa tentang berbagai ihwal kehidupan pasar, misalnya, dapat dilakukan guru dengan menyediakan kegiatan simulasi, yakni membu­at situasi buatan. Pada kondisi ini, kelas dapat dirancang seperti pasar, sebagian siswa berperan sebagai pembeli dan sebagian lainnya sebagai penjual.
Seperti juga pada model situasi nyata, pada model ini pun dapat dibedakan menjadi situasi buatan dengan siswa terlibat langsung dan situasi buatan dengan siswa tidak terlibat langsung.

3.        Penggunaan Media Audio-Visual
Sumber belajar dapat pula dihadirkan melalui ber­bagai media, seperti media audio-visual. Cara ini menya­jikan contoh situasi nyata atau contoh situasi buatan dalam sajian tayangan hidup (film, video). Tentu saja, cara ini lebih mudah men­ja­di pengalaman belajar kalau sajian tayangan mengan­dung unsur cerita yang berkaitan dengan pengalaman dan imajinasi siswa. Guru dapat mencari dan menyeleksi film atau video yang berisi ceritera atau laporan dokumenter yang sesuai atau ada kaitan dengan pokok bahasan tertentu dalam mata pelajaran yang diasuh. Film atau video seperti itu kemudian ditayangkan di kelas atau temta khusus tertetu diikuti dengan diskusi bersama siswa sekaitan dengan tema dan spot-spot ceritera serta kaitannya dengan pokok bahasan mata pelajaran.

4.        Penggunaan Media Visualisasi Verbal
Sumber belajar yang paling umum digunakan dalam mendukung pemahaman mengenai pokok bahasan adalah melalui media visu­alisasi-verbal. Cara ini banyak berkaitan dengan membaca buku pelajaran, buku sumber, ensiklopedia, lembar kegiatan/kerja, cart, grafik, tabel. Pada beberapa buku biasanya tidak hanya menyajikan uraian teks, te­tapi juga dilengkapi dengan beragam ilustrasi (gambar). Dengan demikian, siswa yang memiliki daya abstraksi lemah dapat terbantu dengan keberadaan ilustrasi/gambar tersebut.


5.        Penggunaan Media Audio Verbal
Guru terbiasa menggunakan cara audio-verbal dalam bentuk cera­mah. Pada keadaan ini, siswa senantiasa diam-pasif sambil mendengarkan penjelasan guru. Keku­rangan atau kelemahan cara ini adalah sebagian siswa tidak mudah untuk menyamakan informasi yang diceramahkan guru dengan pengetahuan awal siswa. Kalau keadaan ini berkelanjutan, peristiwa belajar cenderung tidak berlangsung. Untuk mengatasinya, guru harus mengurangi cara ini, atau kalau terpaksa perIu berceramah cukup antara 20 - 25 menit saja dan diselingi dengan kegiatan yang mendorong penggunaan indera “Lihat, Raba, Penciuman, Rasa”. Materi yang diceramahkan pun perlu bersifat kontekstual dengan pengalaman sebagian besar siswa.

6.        Media Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication Technology (ICT) berfungsi sebagai bahan dan alat pembelajaran. Sebagai bahan, TIK menjadi sebuah mata pelajaran yang diperkenalkan mulai pada jenjang sekolah dasar sampai pada sekolah menengah atas. Sebagai alat pembelajaran, guru dianjurkan untuk memanfaatkan fasilitas TIK untuk memfasilitasi pem­belajaran di kelas. Beberapa jenis yang potensial dan sering digunakan sebagai alat bantu pembelajaran, misalnya radio, televisi, dan komputer.
Media komputer memiliki banyak kelebihan dibandingkan media lainnya. Di samping memudahkan dan memperlancar pekerjaan, seperti mengetik, menganalisis, atau mendokumentasi data dan informasi, media komputer juga dapat berfungsi sebagai perangkat untuk jaringan komunikasi, seperti melalui internet, intranet, email, dan sebagainya. Oleh karena itu, akhir-akhir ini komputer telah banyak dimanfaatkan sebagai media pembelajaran, yang biasa disebut sebagai pembelajaran berbasis komputer (PBK). PBK meliputi berbagai kegiatan belajar dan aplikasi dengan menggunakan komputer. Dalam kegiatan pembelajaran, komputer dapat berfungsi sebagai tutor, alat (tool), atau stumulator.
Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut:
·           Siswa belajar sesuai kemampuan dan kecepatan masing-masing.
·           Siswa belajar menurut masalah yang dihadapinya.
·           Siswa menerima balikan segera (instant feedback).
·           Siswa merasa lebih bebas tanpa merasa diamati oleh orang lain.
·           Format pembelajaran dapat mencakup semua indera dan aktivitas belajar, yaitu visual, audio, oral, dan gerak (kinestetik).
·           Peluang untuk mengyulang materi terbuka luas dan lebih banyak.
·           Penjadwalan bisa lebih fleksibel apabila laboratorium komputer diperlakukan sebagai sumber yang dapat diakses sendiri oleh setiap siswa (self-acces learning resources).
·           Menawarkan materi dan kegiatan yang otentik dan interaktif.
Dari hasil pendampingan dan refleksi terhadap kemampuan guru menggunakan media dan sumber belajar di dalam proses pembelajaran, ditemukan sejumlah keberhasilan di samping sejumlah kendala sebagaimana yang dipaparkan berikut ini.

F.        Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar sebaiknya ditekankan pada proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa, bukan untuk mengukur pada hasil semata. Bentuk penilaian yang dianjurkan dalam pembelajaran efektif adalah penilaian sebenarnya (authentic assessment). Yang paling ditekankan adalah bagaimana guru senantiasa menyadari sejak awal bahwa tujuan akhir dari penilaian pembelajaran adalah agar untuk mengukur dan menilai keberhasilan pencapaian tiga jenis kecerdasan secara seimbang, yakni kecerdasan IQ, EQ, dan SQ.
Beberapa prinsip penilaian dalam pembelajaran efektif yang perlu diketahui oleh guru dalam menyusun dan melaksanakan penilaian sebagai berikut berikut.
·           Harus mengukur semua aspek pembelajaran, yaitu proses, kinerja, dan produk.
·           Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembel­ajaran berlangsung.
·           Menggunakan berbagai cara dan berbagai sumber. Tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian.
·           Menstimulasi muncul dan digunakannya cara berpikir divergen (berpikir lateral, horisontal, sebagai lawan cara berpikir konvergen dan vertikal) oleh siswa. Soal-soal atau tugas memancing munculnya cara jawab atau cara penyelesaian yang bervariasi, bukan hanya satu jawaban kunci.
·           Tugas-tugas yang diberikan dan dijadikan bahan evaluasi siswa haruslah mencerminkan bagian-bagian kehidupan siswa yang nyata setiap hari. Mereka harus dapat men­ce­­ritakan pengalaman atau kegiatan yang mereka lakukan setiap hari.
·           Penilaian harus menekankan pada kedalaman pengeta­huan (kualitas) dan ke­ahlian siswa, bukan keluasannya (kuantitas).
Untuk menjalankan prinsip-prinsip penilaian, guru harus mempertim­bangkan beberapa hal penting antara lain; (1) penilaian proses dan hasil, (2) pe­ni­laian berkala dan berkesinambungan, (3) penilaian yang jujur dan adil, dan (4) memberikan penilaian secara seimbang terhadap kecerdasan IQ, EQ, dan SQ.
Komponen proses dan hasil belajar yang penting dinilai an­tara lain:
·           Hasil ulangan harian dan ulangan umum. Biasanya dicatat dalam buku rapor siswa.
·           Tugas-tugas terstruktur biasanya dikumpulkan oleh guru dan disimpan dalam map atau loker khusus.
·           Catatan perilaku harian para siswa, biasanya tersimpan pada buku khusus (catatan anekdot).
·           Laporan kegiatan siswa di luar sekolah yang menunjang kegiatan belajar, biasanya dikumpulkan oleh guru dan didokumentasikan.
Penilaian secara umum bertujuan untuk mengetahui kemajuan hasil belajar siswa dan menetapkan tingkat penguasaan kompetensi suatu keah­lian tertentu sesuai dengan indikator yang dipersyaratkan standar kompe­tensi. Ber­dasarkan hasil penilaian itu diberikan penghargaan kepada peserta didik dalam bentuk rapor, ijazah, paspor keterampilan, atau sertifikat kom­petensi. Bentuk penilaian meliputi jenis tagihan seperti kuis, pertanyaan lisan di kelas, ulangan harian, tugas individu, tugas kelompok, ulangan semester, kerja praktik/unjuk kerja, pekerjaan rumah, atau bentuk tagihan pilihan ganda, uraian singkat, laporan untuk kerja, portofolio, serta tagihan dalam bentuk soal yang akan diberikan pada peserta didik.

G.      Bahan Diskusi/Tugas
Diskusikan dengan kelompok Anda mengenai berbagai masalah yang dihadapi dalam pengelolaan kelas dalam menciptakan budaya dan iklim yang inovatif dan kondusif. Kemukakan berbagai alternatif untuk mengatasi masalah tersebut beserta pihak-pihak yang bertanggung jawab langsung dalam mengatasi masalah tersebut. Pihak yang bertanggung jawab dapat dipilih di antara guru, kepala sekolah, siswa, komite sekolah, orangtua, dan sebagainya.



0 comments:

Post a Comment