Saturday, October 12, 2013

Prinsip-prinsip Pendidikan dalam BK

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 1 menyatakan bahwa:
  “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Lebih lanjut, fungsi dan
tujuan pendidikan nasional  dinyatakan dalam Pasal  3 “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulai, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
 Berdasarkan pengertian, fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut, tampak bahwa pendidikan tidak saja membawa peserta  didik sehat, berilmu, cakap,kreatif, dan mandiri, tetapi juga beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia serta menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut menegaskan bahwa fungsi pendidikan adalah pembentukan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti bahwa nilai-nilai kehidupan mewarnai sikap dan tindakan individu. Di samping itu, nilai kehidupan juga erat kaitannya
dengan perhatian akan hidup serta kebudayaan. Oleh  sebab itu, pendidikan harus membantu peserta didik untuk mengalami nilai-nilai kehidupan dan menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidup mereka. 
 Peserta didik sebagai subyek pendidikan harus dikembangkan menjadi insan Indonesia cerdas secara komprehensif, yang meliputi (1) cerdas spiritual, (2) cerdas emosional, (3) cerdas sosial, (4) cerdas intelektual, dan (5) cerdas kinestetik. yang diuraikan sebagai berikut:
 a.  Cerdas spiritual, yaitu kecerdasan diri yang ditunjukan melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul. 
 b.  Cerdas emosional, yaitu kecerdasan diri yang ditunjukan melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya, serta kompetensi untuk mengekspresikannya. 
  c.  Cerdas sosial, yaitu kecerdasan diri yang ditunjukan melalui interaksi sosial yang membina dan memupuk hubungan timbal balik; demokratis; empatik dan simpatik; menjunjung tinggi hak asasi
manusia; ceria dan percaya diri; menghargai kebhinekaan dalam bermasyarakat dan bernegara; serta berwawasan kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara. 
d.  Cerdas intelektual, yaitu kecerdasan diri yang ditunjukan melalui olah pikir untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi; dan aktualisasi insan intelektual yang kritis, kreatif dan imajinatif. 
e.  Cerdas kinestetis, yaitu kecerdasan diri yang ditunjukan melalui olah raga untuk mewujudkan insan yang sehat, bugar, berdaya-tahan, sigap, terampil dan trengginas, serta aktualisasi insan adiguna. 
 Melalui pendidikan diharapkan akan dapat diwujudkan insan Indonesia yang kompetitif, yaitu insan yang berkepribadian unggul dan gandrung akan keunggulan, bersemangat juang tinggi, mandiri, pantang menyerah, pembangun dan pembina jejaring, bersahabat dengan perubahan, inovatif dan menjadi agen perubahan, produktif, sadar mutu, berorientasi global, dan pembelajar sepanjang hayat (Renstra Depdiknas 2005-2009).
 Pendidikan bertugas untuk menyiapkan peserta didik  agar dapat mencapai peradaban yang maju melalui perwujudan suasana yang kondusif, aktivitas pembelajaran yang menarik dan mencerahkan, serta proses pendidikan yang kreatif. Pendidikan juga bertugas menciptakan kemandirian baik pada individu maupun bangsa. Hal ini sangat penting, karena dengan kemandirian peserta didik dapat bertahan dalam menghadapi pasar bebas. Oleh karena itu pendidikan  harus menjadi bagian dari proses perubahan bangsa menuju masyarakat madani, yakni masyarakat demokratis, taat, hormat, dan tunduk pada hukum dan perundang-undangan, melestarikan keseimbangan lingkungan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.  Sasaran umum pendidikan yaitu pengembangan potensi  peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sasaran umum pendidikan juga menjadi sasaran di dalam kegiatan konseling yang dilakukan oleh konselor yang bekerja dalam berbagai jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.
 Oleh karena itu dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling harus dapat mengimplementasikan prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan, yaitu:
a. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
b. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses  pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
c. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan engembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
d. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan  semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
 Nilai dasar pendidikan dilaksanakan dengan wawasan  filosofi kebijaksanaan sosial (social policy) artinya setiap orang memiliki hak dalam bidang dan tingkat kewenangan masing-masing.  Pengakuan otoritas masing-masing dalam bidang dan tingkat kesenangan masing-masing tersebut merupakan salah satu ciri penting masyarakat beradab. Masyarakat yang demikian akan dapat melakukan tukar menukar informasi, berdialog maupun berdiskusi tentang kepentingan umum sehingga hak asasi masing-masing menjadi kesadaran  tunggal masyarakat beradab.
 Pendidikan juga memiliki nilai-nilai dasar yang berhubungan dengan latar belakang budaya masyarakat Indonesia itu sendiri, nilai-nilai dasar inilah yang dijadikan prinsip dasar dalam pelaksanaan pendidikan. Dalam hal ini terdapat sepuluh nilai dasar pendidikan yang merupakan prinsip-rpinsip dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu ketuhanan, kemerdekaan, kebangsaan, keseimbangan, kebudayaan, kemandirian,kemanusiaan, kekeluargaan, kesportifan dan kebanggaaan. 
 Secara lebih rinci 10 (sepuluh) prinsip-prinsip dalam pelaksanaan pendidikan dari nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia, dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Pertama, ke-Tuhanan. Sesuai dengan karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beragama dan berbudaya, maka pendidikan hendaknya mampu menumbuhkan rasa keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga secara batiniah terdapat hubujngan vertikal yang harmonis pada setiap manusia dengan Tuhannya, dan secara lahiriah terjadi hubungan horizontal antar-manusia yang penuh dengan suasana kesejukan,ketenteraman dan kearifan  yang didasarkan pada rasa keamanan dan ketakwaan tersebut. Hubungan antar manusia dengan Tuhannya menjadi landasan untuk berkarya dan beraktivitas.
 Kedua, kemerdakaan. Pelaksanaan pendidikan bangsa harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan azasi; dengan demikian perkembangan ide, pemikiran dan kreativitas tidak dikalahkan oleh hal-hal yang sifatnya pragmatis. Dari Yang Maha Esa setiap manusia itu diberikan kemerdekaan untuk mengembangkan diri dari ikatan-ikatan ‘natur’ menuju tercapainya tingkatan ‘cultuur’.Kemerdaan untuk mengembangkan diri itlah hakikat pendidikan. Pada hakikatnya pendidikan itu tidak dapat
dibatasi oleh tirani kekuasaan,politik atau kepentingan tertentu. Nilai dasar kemerdekaan inilah yang menjadi landasan pengembangan semangat demokrasi peserta didik.
     Ketiga, kebangsaan. Secara fundamental pendidikan itu hendaknya didasarkan pada nilai-nilai kebangsaan yang hakiki. Realitas tentang terdapatnya perbedaan agama, etnis, suku, budaya, adapt, kebiasaan, status sosial, status ekonomi, dan sebagainya, hendaknya justru menjadi kerangka dasar dalam pengembangan sistem pendidikan nasional di Indonesia. Dengan demikian tujuan pendidikan hendaknya bias memajukan bangsa secara keseluruhan yang didalamnya terdapat berbagai perbedaan itu, dan implikasi didalam penyelenggaraan itu sendiri tidak boleh membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, satus ekonomi, status sosial, dan sebagainya.
Keempat, keseimbangan. Pendidikan hendaknya sanggup memberikan keseimbangan di dalam upaya memajukan berkembangnya kecerdasan dan kepribadian serta bertumbuhnya tubuh peserta didik. Pendidikan yang hanya mengedepankan berkembangnya kecerdasan akan menghasilkan manusia yang tidak sehat jiwa raganya. Pendidikan yang hanya mengedepankan berkembangnya kepribadian hanya menghasilkan manusia yang tertinggal. Sedangkan pendidikan yang  hanya mengedepankan bertumbuhnya tubuh menghasilkan manusia yang tidak berbobot kecerdasan dan kepribadianya. Disinilah keseimbangan diperlukan.
 Kelima, kebudayaan. Kebudayaan bangsa merupakan ‘roh’ pendidikan nasional. Pendidikan harus selalu diselaraskan pada kebudayaan bangsa itu sendiri,meskipun tidak berarti harus menolak budaya banngsa lain yang dating. Untuk terpadu dengan budaya bangsa lain dapat diterapkan “Konsep Trikon”, yaitu kontinyuitas, konsentrisitas dan konvergnitas. Maknanya mengembangkan budaya luhur bangsa sendiri dan menseleksi datangnya budaya bangsa lain dengan memberi kemungkinan terpadunya budaya bangsa dan budaya bangsa lain menuju terbentuknya budaya baru yang lebih baik.
     Keenam, kemandirian. Kemandirian menjadi dasar bagi segala bentuk usaha dalam pencapaian kemajuan hidup. Kemandirian  juga merupakan landasan bagi bangsa Indonesia guna bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Tanpa kemandirian, usaha pencapaian kemajuan  hidup sulit membuahkan hasil optimal. Tanpa kemandirian sulit bagi bangsa kita untuk mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa lain. Sudah barang tentu kemandirian ini dalam pelaksanaannya tidak harus dilalui dengan meniadakan kerja sama dengan kelompok lain karena dalam banyak hal kerja sama itu merupakan kata kunci keberhasilan.  Ketujuh, kemanusiaan. Pendidikan harus diselenggarakan di atas nilai-nilai kemanusiaan seperti kejujuran, kesopanan, kesatuan, dan sebagainya. Nilai-nilai kemanusiaan dapat membuahkan keluhuran budi pekerti bagi peserta didik. Setiap peserta didik hendaknya berbudi pekerti luhur setelah mengalami proses pendidikan di tingkat manapun. Budi pekerti merupakan modal utama mengembangkan diri di tengah-tengah masyarakat. Tanpa modal budi pekerti yang luhur maka kehadirannya di masyarakat tidak membawa manfaat, kecuali membawa’azab’.  Kedelapan, kekeluargaan. Sebuah keluarga yang harmonis memiliki nilai-nilai ideal untuk menyelengarakan pendidikan. Implikasinya penyelenggaraan pendidikan harus dilakukan dengan pendekatan kekeluargaan yang dalam hal ini ditandai dengan akrabnya hubungan antara sesama pendidik, sesama peserta didik, dan antara pendidik dengan peserta didik sebagaimana akrabnya hubungan  antar sesama anggota dalam suatu keluarga. Pendekatan ini disebut dengan’Sistem Among’ yang dapat memberikan porsi seimbang di antara pendekatan organisatoris dengan pendekatan organis dalam melaksanakan sistem pendidikannya.  Kesembilan, kesportifan. Pendidikan harus mampu menumbuhkan jiwa dan semangat sportivitas. Bangsa yang besar adalah bangsa yang sportif, bangsa yang berbudaya adalah bangsa yang sportif. Sportifitas merupakan perpaduan yang harmonis antar unsur-unsur disiplin, tanggung jawab dan prestasi. Dengan memadukan ketiga unsur inilah bangsa Indonesia akan tumbuh menjadi bangsa yang besar dan berbudaya. Pendidikan, dengan demikian dituntut menanamkan jiwa dan semangat sportifitas kepada seluruh anggota bangsa.
 Kesepuluh, kebanggaan. Pendidikan hendaknya mampu membangkitkan kebangkitkan rasa dan keyakinan pada  peserta didik untuk senantiasa mencintai tanah air dan menghargai bangsa. Pendidikan harus mampu mengikis sifat-sifat inferioritas instrinsik dalam jiwa peserta didik, sebaliknya harus mampu menumbuhkan sifat-sifat superioritas instrinsik yang dapat membangkitkan rasa bangga terhadap diri sendiri sebagai bagian dari bangsa Indonesia.  Nilai-nilai dasar tersebut harus secara simultan diakomodasikan dalam pengembangan substansi pendidikan, struktur kesempatan dan manajemen penyelenggaraan, serta metodologi proses pendidikan. Nilai-nilai dasar pendidikan berkaitan langsung dengan keberhasilan pendidikan yaitu peserta didik yang cerdas, berkepribadian luhur, dan bertubuh sehat, target keberhasilan pendidikan adalah terwujudnya anak yang beradab.
2. Proses Pembelajaran dalam Bimbingan dan Konseling
 Pendidikan bertugas untuk menyiapkan peserta didik  agar dapat mencapai peradaban yang maju melalui perwujudan suasana yang kondusif, aktivitas pembelajaran yang menarik dan mencerahkan, serta proses pendidikan yang kreatif. Pendidikan juga menciptakan kemandirian baik pada individu maupun bangsa. Pendidikan yang menumbuhkan jiwa kemandirian sangat penting untuk dapat bertahan dalam menghadapi pasar bebas. Oleh karena itu pendidikan harus menjadi bagian dari proses perubahan bangsa menuju masyarakat madani, yakni masyarakat demokratis, taat, hormat, dan tunduk pada hukum dan perundang-undangan, melestarikan keseimbangan lingkungan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.  Sasaran umum pendidikan yaitu pengembangan potensi  peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sasaran umum pendidikan juga menjadi sasaran di dalam kegiatan konseling yang dilakukan oleh konselor yang bekerja dalam berbagai jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.  Pendidikan harus dilakukan oleh pendidik sebagai tenaga profesional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 6 menyatakan bahwa: ”Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”.  Ketetapan konselor sebagai tenaga pendidik membawa  konsekuensi bahwa konselor wajib memenuhi persyaratan profesional sebagai pendidik sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28 ayat (1)  Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya pada ayat (2) Kualifikasi akademik yang dimaksud pada ayat (1) adalah tingkatan pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Seorang pendidik, termasuk konselor wajib memahami dan mengamalkan dengan sebaik-baiknya pengertian dan batasan pendidikan yang menjadi wilayah kerja profesionalnya, sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 butir 1, yaitu ”Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. 
 Semua tenaga profesional pendidik diwajibakan memenuhi persyaratan dan melaksanakan fungsi dan tugas profesional dalam wilayah pendidikan dalam pengertian dan batasan yang amat luas itu, sesuai dengan setting penugasannya. Pada setting sekolah, bertugas dua jenis pendidik,yaitu
guru (pengampu bidang studi atau mata pelajaran) dan konselor (pengampu pelayanan konseling). Meskipun kedua tenaga profesional itu bekerja pada wilayah kerja yang sama, yaitu wilayah pendidikan, lebih khusus lagi pada setting sekolah, keduanya menangani bidang kegiatan yang berbeda, yaitu (1) Guru, menyelenggarakan proses pembelajaran melalui kegiatan pembelajaran dalam bidang studi atau mata pelajaran tertentu pada satuan pendidikan tertentu; dan (2) Konselor, menyelenggarakan proses pembelajaran melalui kegiatan pelayanan konseling dalam bidang pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kemampuan belajar, dan pengembangan karir pada satuan pendidikan. 
 Kualifikasi dan kompetensi pendidik  harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikkan nasional bermutu. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Standar Nasional Pendidikan yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) berlaku efektif dan mengikat semua satuan pendidikan secara nasional setelah ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
 Kualifikasi dan kompetensi Guru dan Konselor telah  dikembangkan standarnya oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Guru telah diatur dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, sedangkan konselor telah diatur dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.  Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik secara  bertahap harus dipenuhi dan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 94 butir c dinyatakan Standar kualifikasi pendidik berlaku efektif sepenuhnya 15 (lima belas) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini. Ini berarti bahwa pada tahun 2020 tenaga pendidik di Indonesia harus sudah memenuhi standar kualifikasi dan kompetensi yang ditetapkan oleh Standar Nasional Pendidikan, sehingga pendidikan bermutu akan segera diwujudkan.  Konselor sebagai pendidik profesional akan melakukan konseling sebagai salah satu upaya pendidikan untuk membantu peserta didik untuk dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan  tahap-tahap perkembangan dan tuntutan lingkungan. 
 Upaya konseling adalah membantu individu mengaktualisasikan dirinya secara optimal dalam aspek kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan sosial, dan kecerdasan kinestetik, sehingga akan dapat diwujudkannya manusia yang berhasil sebagai pribadi mandiri(mahluk individu), sebagai elemen dari sistem sosial yang saling berinteraksi dan mendukung satu sama lain (mahluk sosial), dan sebagai pemimpin bagi terwujudnya kehidupan yang lebih baik di muka bumi  (mahluk Tuhan).
Konseling merupakan proses yang menunjang pelaksanaan program pendidikan di sekolah, karena program-program konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu,khususnya menyangkut kawasan kematangan pendidikan dan karir, kematangan personal dan emosional, serta kematangan sosial. Hasil konseling pada kawasan ini menunjang keberhasilan pendidikan umumnya.
 Konselor dalam merencanakan konseling harus mengacu kepada upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang beriman, berilmu, beramal dan berahlak mulia,  yang memiliki keunggulan komparatif dan dan kompetitif di era global. Keunggulan itu dapat dicapai melalui penguasaan ilmu pengetahuan,  teknologi dan seni, serta keterampilan hidup yang bermartabat. Oleh karena itu perencanaan program konseling harus memperhatikan aspek-aspek perkembangan, kebutuhan, dan masalah peserta didik, strategi layanan, dan personal. Perencanaan program harus diawali dengan kegiatan analisis kebutuhan dan permasalahan peserta didik, ini merupakan tahap awal dan menjadi titik tolak dari berbagai kegiatan yang akan dilakukan. Program yang direncanakan harus bersifat komprehensif dan memperhatikan kontinyuitas tahap-tahap perkembangan sejak dari pendidikan di TK sampai SLTA (atau perguruan tinggi). 
Target intervensi konseling adalah semua peserta didik yang ada di sekolah yang bersifat pencegahan dan pengatasan masalah, dan diarahkan kepada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan
dan pertumbuhannya. Oleh karena itu pelayanan konseling merupakan usaha membantu individu mencari dan menetapkan pilihan serta mengambil keputusan yang menyangkut kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan belajar, perencanaan dan pengembangan karir, kehidupan berkeluarga, serta kehidupan keberagamaan. Pelayanan konseling didasarkan atas hakikat konseling sebagai filsafat, komitmen, pandangan hidup, sikap, tindakan dan pandangan mendunia yang mewarnai komitmen tenaga profesi konseling atas pekerjaannya dan mendukung upaya-upaya pendidikan bermutu di sekolah.
 Proses pembelajaran dalam bimbingan dan konseling mencakup bidang pengembangan kehidupan pribadi, pengembangan kehidupan sosial, pengembangan kemampuan belajar, dan pengembangan karir. Pengembangan kehidupan pribadi,yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik. Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga,dan warga lingkungan sosial yang lebih luas. Pengembangan kehidupan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri. Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi,serta memilih dan mengambil keputusan karir.
 Proses pembelajaran melalui pelayanan bimbingan dan konseling
berfungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan, pemeliharaan dan pengembangan,dan advokasi. 
 Fungsi pemahaman, yaitu membvantu peserta didik memahami diri dcan lingkungan. 
 Fungsi pencegahan, yaitu membantu peserta didik mampu mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan  yang dapat menghambat perkembangan dirinya. 
 Fungsi pengentasan, yaitu membantu peserta didik mengatasi masalah yang dialaminya. 
 Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu membantu peserta didik memelihara dan menumbuhkembangkan berbagai potensi dan kondisi kondusif positif yang dimilikinya. 
 Fungsi advokasi, yaitu membantu peserta didik memperoleh pembelaan atas hak dan atau kepentingan nya yang kurang mendapat perhatian.  Proses pembelajaran melalui pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan oleh Guru BK atau konselor melalui berbagai jenis layanan, yang terdiri dari 9 jenis layanan, yaitu:
a. layanan orientasi, 
b. layanan informasi, 
c. layanan penempatan dan penyaluran, 
d. layanan penguasaan konten, 
e. layanan konseling perorangan, 
f. layanan bimbingan kelompok, 
g. layanan konseling kelompok, 
h. layanan konsultasi, dan 
i. layanan mediasi. 
Standar operasional prosedur Guru BK atau konselor  dalam melaksanakan pembelajaran melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut: 
a. merencanakan layanan yang diorientasikan pada kebutuhan sasaran layanan; 
b. menyiapkan/mengorganisasikan kondisi sasaran dan sarana penyelenggaraan layanan; 
c. melaksanakan layanan sesuai dengan perencanaan; 
d. melakukan penilaian, meliputi penilaian hasil dan penilaian proses pelayanan; dan 
e. melakukan tindak lanjut, sesuai dengan hasil penilaian.
Proses pembelajaran melalui pelayanan bimbingan dan konseling harus dapat diciptakan suasana kewibawaan antar guru BK atau konselor dengan peserta didik, yang tujuannya adalah dalam rangka mendekatkan  dan melekatkan hubungan guru BK atau konselor dengan peserta didik,
yang meliputi:
a. pengakuan dan penerimaan, 
b. kasih sayang dan kelembutan, 
c. penguatan, 
d. tindakan tegas yang mendidik, serta 
e. pengarahan dan keteladanan. 
 Kewibawaan guru BK atau konselor yang tidak didasarkan pada status, dan/atau kekuasaan, melainkan mengacu sepenuhnya kepada nilai-nilai kemanusiaan yang tertuang di dalam kaidah-kaidah harkat dan martabat manusia. Itu membuat hubungan antara peserta didik  dengan guru BK
atau konselor menjadi dekat, hangat, nyaman, terbuka, serta diwarnai oleh berbagai kualitas positif lainnya yang memperkembangkan peserta didik sebagai sasaran layanan.   Suasana kewibawaan terjadi saling menghargai, saling membesarkan dan saling meninggikan antara sasaran layana (peserta didik) dengan guru BK atau konselor, semua berdasarkan harkat dan martabat manusia. Guru BK atau konselor dalam segenap pandangan, sikap dan perbuatan, dan perlakuannya harus dirasakan oleh peserta didik sebagai sasaran layanan benar-benar membesarkan dan meninggikan harkat dan  martabatnya. Tindakan tegas yang mendidik dalam upaya membantu peserta didik mencapai tujuan yang ingin dicapai melalui pelayanan bimbingan dan konseling dan dirasakan oleh peserta didik sesuatu yang hangat, nyaman, dinamis, dan merangsang untuk memahami permasalahan dan bagaimana seharusnya diperbuat sehingga tujuan dapat tercapai.  Pemahaman, pengakuan dan penerimaan guru BK atau konselor terhadap peserta didik sebagai sasaran layanan menjadi modal hubungan antara keduanya. Guru BK atau konselor mengawali hubungan  itu dengan  sepenuhnya menerima apa adanya, tanpa adanya penilaian atau memberi cap pada diri peserta didik.  Hubungan yang diawali dan didasari oleh kebaikan kemanusiaan itu, selanjutnya diwarnai secara kental oleh suasana kasih sayang dan kelembutan. Kasih sayang dan kelembutan bukan kelemahan, melainkan kekuatan dalam menjalin kesejukan hati, kejernihan  pikiran, dan kenyamanan perasaan, yang semuanya merupakan warna  lapangan kehidupan bersama antara peserta didik dan guru BK atau konselor.  Suasana hubungan yang sejuk, jernih dan nyaman itu dihiasi pula dengan bunga-bunga keceriaan yang menggembirakan dengan diberikan senyuman, pujian, hadiah, dan bentuk lainnya,besar  atau kecil terhadap kesuksesan atau kemajuan, perilaku positif yang menggembirakan
           Pendidikan juga memiliki nilai-nilai dasar yang berhubungan dengan latar belakang budaya masyarakat Indonesia itu sendiri, nilai-nilai dasar inilah yang dijadikan prinsip dasar dalam pelaksanaan pendidikan. Dalam hal ini  terdapat sepuluh nilai dasar pendidikan yang merupakan prinsip-rpinsip dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu ketuhanan, kemerdekaan, kebangsaan, keseimbangan, kebudayaan, kemandirian,kemanusiaan, kekeluargaan, kesportifan dan kebanggaaan. Nilai-nilai dasar tersebut harus secara simultan diakomodasikan dalam pengembangan substansi pendidikan, struktur kesempatan dan manajemen penyelenggaraan, serta metodologi proses pendidikan. Nilai-nilai dasar pendidikan berkaitan langsung dengan keberhasilan pendidikan yaitu peserta didik yang cerdas, berkepribadian luhur, dan bertubuh sehat bias diwujudkan. Target keberhasilan pendidikan yaitu anak yang beradab  bias diwujudkan.  Proses pembelajaran dalam bimbingan dan konseling mencakup bidang pengembangan kehidupan pribadi, pengembangan kehidupan sosial, pengembangan kemampuan belajar, dan pengembangan karir.  Proses pembelajaran melalui pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan oleh Guru BK atau konselor melalui berbagai jenis layanan, yaitu layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan penguasaan konten, layanan konseling perorangan, layanan bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok,layanan konsultasi,dan layanan mediasi  Proses pembelajaran melalui pelayanan bimbingan dan konseling harus dapat diciptakan suasana kewibawaan yang meliputi pengakuan dan penerimaan, kasih sayang dan kelembutan,penguatan,  tindakan tegas yang mendidik, serta pengarahan dan keteladanan guru BK atau konselor terhadap peserta didik akan mendekatkan dan melekatkan hubungan guru BK atau konselor dengan peserta didik. Kewibawaan guru BK atau konselor yang tidak didasarkan pada status, dan/atau kekuasaan, melainkan mengacu sepenuhnya kepada nilai-nilai kemanusiaan yang tertguang di dalam kaidah-kaidah harkat dan martabat manusia. Itu membuat hubungan antara peserta didik dengan guru BK atau konselor menjadi dekat, hangat, nyaman, terbuka, serta diwarnai oleh berbagai
kualitas positif lainnya yang memperkembangkan peserta didik sebagai
sasaran layanan. 

0 comments:

Post a Comment