Alasan-alasan perubahan seringkali
dipertanyakan, baik oleh anggota organisasi maupun mereka yang berada di
luar organisasi. Ini disebabkan bahwa
banyak orang, termasuk anggota organisasi, yang lebih menghendaki kemapanan dibandingkan
dengan perubahan. Selain itu, perubahan juga menjadikan seseorang yang sudah
merasa banyak belajar dari pengalaman di suatu organisasi, harus belajar lagi.
Tetapi hendaklah diingat, bahwa di dunia ini, tidak ada sesuatu yang
tidak berubah. Semua akan berubah. Perubahan tersebut, bahkan sudah menjadi
bawaan dunia dengan segala isinya. Jika kita memperhatikan apa saja yang ada di
dunia ini, hampir tidak ada sesuatu yang tidak berubah. Yang tidak
berubah, barangkali hanyalah perubahan
itu sendiri. Karena itu, organisasi besar dan kecil, dengan seluruh komponen
dan sistemnya, pasti juga akan berubah.
Mengapa organisasi berubah? Karena
organisasi hidup dalam suatu lingkungan tertentu. Jika lingkungan berubah,
organisasipun juga harus berubah, kalau
ingin tetap survive. Kalau tidak, ia
akan mengalami krisis dan bahkan mati. Robbin, dalam Organization Theory: Structure, Design and Appication (1990), mengontroduksi daya tahan hidup
organisasi besar di Amerika Serikat, yang berentang dari 5 sampai 100 tahun.
Selama rentang perkembangannya, menurut hasil studinya, organisasi tersebut
mengalami fluktuasi.
Atas dasar realitas tersebut, Robbin
merekomendasikan sebuah perubahan berencana pada setiap organisasi yang ingin
tetap eksis. Sebab, kalau tidak, menurut Robbin, akan mengalami nasib tragis
seperti pendahulunya, ialah mengulang kematian organisasi-organisasi
besar.
Jika dipetakan, ada dua faktor pendorong
perubahan organisasi, ialah: (1) faktor pendorong eksternal organisasi dan (2)
faktor pendorong internal organisasi. Baik faktor eksternal organisasi maupun
faktor internal organisasi, mempunyai kekuatan pendorong yang berbeda-beda.
Dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa ada kalanya suatu organisasi berubah
karena adanya faktor
eksternal yang lebih dominan; dan ada
kalanya suatu organisasi berubah karena
lebih dominan didorong oleh faktor internalnya.
Tetapi, yang lebih banyak karena kombinasi pengaruh eksternal dan
internal organisasi. Hanson (1997) menggambarkan bagaimana antara faktor
pendorong dan factor penolak perubahan sebagaimana pada
diagram 1.
Ada
berbagai macam atau jenis perubahan, ialah perubahan tidak berencana dan
perubahan berencana. Perubahan tidak berencana sendiri, dapat dikategorikan
menjadi dua, ialah:
(1) perubahan karena perkembangan (
developmental change), dan
(2) perubahan secara tiba-tiba ( accidental
change).
1. Perubahan Tidak Berencana
Perubahan karena perkembangan adalah suatu perubahan yang tidak
direkayasa oleh manajemen. Perubahan ini
terjadi sebagai suatu keniscayaan, bahwa yang namanya organisasi itu, makin
lama cenderung makin berkembang. Tetapi arah perkembangan organisasi pada jenis
ini, tidak senantiasa seperti yang diinginkan oleh pihak manajemen. Perubahan karena perkembangan ini seiring
dengan lamanya usia organisasi tersebut.
Perubahan secara tiba-tiba terjadi, karena ada persoalan emergency baik yang bersumber dari faktor internal maupun yang bersumber dari faktor eksternal.
Perubahan secara tiba-tiba, dapat saja terjadi pada organisasi apapun, karena
banyak faktor yang berada di luar kekuasaan organisasi tersebut. Perubahan secara tiba-tiba karena adanya
perubahan lingkungan fisik
seperti gunung meletus, banjir besar, tanah
longsor, gempa bumi, peperangan dan sebagainya. Perubahan secara tiba-tiba
karena adanya revolosi, krisis ekonomi yang mendadak, dan masih banyak lagi.
Pendeknya, perubahan yang tidak pernah diestimasi tersebut kerap menjadikan
organisasi mengalami perubahan secara tiba-tiba.
2. Perubahan Berencana (Planned Change)
Perubahan berencana adalah perubahan yang
disengaja atau bahkan direkayasa oleh pihak manajemen. Perubahan berencana ini
adalah suatu perubahan yang memang diinginkan agar organisasi dapat tetap
survive dan bahkan berkembang sesuai dengan tuntutan angota dan
lingkungannya. Ada beberapa pengertian
perubahan berencana yang dikedepankan oleh
para ahli.
Bennis, Benne dan Chin mengartikan perubahan berencana sebagai:
Penerapan pengetahuan tentang manusia
secara sistematis dan tepat dengan maksud
melakukan tindakan yang berarti. Kurt Lewin menyatakan bahwa perubahan
berencana adalah: Usaha untuk mengumpulkan, menggunakan data dan informasi guna memecahkan persoalan
sosial. Jadi, perubahan berencana adalah perubahan yang dilakukan secara
sengaja, lebih banyak dilakukan atas kemauan sendiri, sehingga proses perubahan
itu lebih banyak diusahakan oleh sistem itu sendiri. Banyak label yang diberikan kepada manajemen
poerubahan, misalnya saja perubahan berencana ( change planed), pengembangan
organisasi ( organizational development), inovasi organisasi, pembaharuan
organisasi dan sebagainya. Yang dimaksud dengan manajemen perubahan adalah:
Suatu upaya yang dilakukan manajemen guna melakukan perubahan berencana, dengan
menggunakan jasa atau bekerja sama dengan intervenis/konsultan, agar organisasi tersebut tetap survive
dan bahkan mencapai puncak perkembangannya.
Kult E. Osmosk mengemukakan beberapa
strategi perubahan berencana antara lain:
(1) political strategy,
(2) economic strategy,
(3) academic strategy,
(4) enginering strategy,
(6) military strategy,
(7)confrontation strategy,
(8) applied behavioral science mode, dan
(9) followship strategy.
Secara ringkas, beberapa strategi perubahan beencana tersebut dikedepankan sebagai berikut:
a. Political Strategy
(1) political strategy,
(2) economic strategy,
(3) academic strategy,
(4) enginering strategy,
(6) military strategy,
(7)confrontation strategy,
(8) applied behavioral science mode, dan
(9) followship strategy.
Secara ringkas, beberapa strategi perubahan beencana tersebut dikedepankan sebagai berikut:
a. Political Strategy
Strategi yang didasarkan atas pemahaman mengenai struktur kekuasaan yang
terdapat dalam sistem sosial:
perorangan, kelompok, organisasi dan masyarakat. Dengan pemahaman tsb, agen
perubahan berafiliasi dengan pusat kekuasaan (central of power). Central of power tsb, bisa formal dan bisa
informal. Strategi ini, dengan
sendirinya mengedepankan cara yang bersifat
top down dalam setiap perubahan
. Melalui figur perorangan yang
berkuasa, perubahan digulirkan. Dengan demikian, asumsi strategi ini adalah,
tatkala impinan puncaknya sudah mau berubah, maka mereka yang berada di lapisanbawah juga akan ikut berubah.
b. Economic Strategy
Strategi yang didasarkan atas pemahaman, bila seseorang memegang posisi
pengaturan sumber ekonomik seperti anggaran, peralatan dan pembiayaan, maka
orang tersebut memegang posisi kunci dalam proses perubahan berencana. Dengan
pemahaman tersebut, agen perubahan
berafiliasi dengan pemegang posisi pengaturan ekonomik. Atau, agen pembaharuan,
harus bisa meyakinkan orang ini terlebih dahulu. Strategi yang didasarkan atas pendekatan
kepada pemegang kendali ekonomik ini sangat lazimnya juga akan dapat diterapkan
dengan baik, mengingat subyek yang hendak diubah juga menghajatkan aliran
ekonomik tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
c. Academic Strategy
Strategi yang didasarkan atas pemahaman,
bahwa setiap manusia itu rasional. Berarti, setiap orang sebenarnya akan bisa
menerima perubahan, manakala kepadanya disodorkan data yang dapat diterima oleh
akal sehat (rasio). Karena itu, seorang agen
pembaharu, haruslah dapat menyajikan
argumentasinya secara rasional tatkala
bermaksud menawarkan perubahan;
yang disertai dengan data lengkap dan
terpercaya serta rasional.
d. Enginering Strategy
Strategi yang didasarkan atas pemahaman, bahwa setiap perubahan
menyangkut setiap manusia. Pada saat lingkungan berubah, manusiapun berubah.
Karena itu, agar manusia berubah, agen perubahan haruslah mengubah lingkungan
di mana manusia tersebut hidup, termasuk di mana ia berorganisasi. Contoh:
kalau ingin pekerja rajin, perbanyaklah pekerjaannya. Kalau ingin karyawan
berjas, dinginkan suhu ruangan.
e. Military Strategy
Strategi yang didasarkan atas pemahaman,
bahwa perubahan agar dapat dilakukan dengan kekerasan/paksaan. Paksaan bisa
berupa ancaman fisik dan psikologis. Cara ini ini memang ampuh untuk melakukan
perubahan, tetapi umumnya tidak bertahan lama.
f. Confrontation Strategy
Strategi yang didasarkan atas pemahaman,
jika suatu tindakan bisa menimbulkan kemarahan seseorang, maka orang tersebut
akan berubah. Jika ingin mengadakan suatu perubahan, orang yang akan diubah itu
disudutkan pada posisi yang ia tidak senang, atau terpojok. Perasaan terpojok
diyakini dapat menjadikan seseorang bisa berubah sesuai dengan arah yang
diinginkan oleh pembaharu. Ini terjadi karena orang yang akan diubah dihadapkan
pada suatu kondisi: TIDAK ADA PILIHAN LAIN.
g.
Applied Behavioral Science Model
Strategi yang didasarkan atas pemahaman terhadap ilmu perilaku (
behavioral science). Lazimnya, suatu perubahan dilakukan dengan mengggunakan
jasa konsultasi ahli ilmu perilaku. Ahli-ahli ilmu perilaku ini, memang punya
kompetensi mengubah perilaku (behavior modification) terhadap
individu, kelompok dalam setting sosial
tertentu.
h. Followship Strategy
Strategi yang didasarkan atas pemahaman, bahwa perubahan itu dapat
dilakukan dengan engembangkan prinsip kepengikutan. Caranya dengan memberikan
contoh dan memberikan bimbingan. Seseorang akan memberikan contoh dan bimbingan
dengan baik, manakala punya kemampuan hubungan kemanusiaan yang baik.
Ada tiga langlah perubahan menurut Kurt
Lewin, ialah:
a. Langkah
Unfreezing : Pencairan dari
keadaan sekarang.
b. Langkah
Moving: Pembentukan pola perilaku
yang baru.
c. Langkah
Freezing : Pemantapan atau pembakuan dari perilaku yang baru dibentuk,
agar dapat dilembagakan. Sementara itu, Lippit mengedepankan tujuh langkah
perubahan berencana,
ialah:
a.
The development of need for change .
1)
Mempersepsi adanya persoalan yang akan dipecahkan.
2)
Mepesepsi bahwa persoalan tersebut memang harus dipecahkan.
3) Mempersepsi bahwa guna memecahkan
persoalan tersebut perlu bantuan orang lain, atau mendayagunakan pihak
lain.
b. The establishment of change
relationship.
1)
Pengguna agen perubahan melakukan hubungan kerja antar mereka.
2)
Pengguna dan agen saling menjajagi sistem nilai yang dianut oleh kedua
belah pihak.
3)
Pengguna dan agen bertukar pikiran tentang metode perubahan yang akan
digunakan, hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan guna melakukan
perubahan.
4)
Penguna dan agen menentukan, mana pekerjaan yang menjadi kapling
pengguna dan mana yang menjadi kapling agen.
5)
Pengguna dan agen menyepakati sumber-sumber yang diperlukan guna
melakukan perubahan.
c. Diagnosis of the client system’s
problem(s).
1) Agen dan pengguna melakukan diagnosis
terhadap persoalan yang dihadapi oleh organisasi.
2)
Agen dan pengguna menetapkan jenis data yang diperlukan, berikut cara
mengumpulkannya.
d.
Examining alternatives and goal action.
1)
Agen dan pengguna menentukan alternatif tindakan.
2)
Agen dan pengguna menentukan strategi pelaksanaan tindakan.
3)
Agen dan pengguna menentukan teknik intervensi yang akan digunakan.
4) Tekanan pada tahap ini adalah, pada
perencanaan yang dibuat dikaitkan dengan sumber-sumber yang tersedia.
e.
Action Implementation .
1)
Dipandang sebagai tahapan paling berat.
2) Pengguna dan agen menerapkan strategi
intervensi yang sudah diterapkan.
3)
Pada tahap ini, pengguna dan agen akan berhadapan dengan dan mendapatkan
halangan dari mereka yang selama ini resisten terhadap perubahan.
4)
Pada tahap ini, pengguna dan agen berhadapan dengan persoalan nyata di
lapangan.
5) Karena itu, umpan balik terhadap apa
yang dilakukan senantiasa diperlukan, guna melakukan strategi yang dipilih.
f. Generalization and stabilization of
change.
1)
Pengguna dan agen perlu meyakini dan memberikan perhatian kepada hasil
yang dicapai, betatapun kecilnya hasil tersebut.
2)
Dengan fokus perhatian pada hasil yang telah dicapai, akan makin
menumbuhkan keyakinan untuk meneruskan proses perubahan.
3) Pola-pola
lama kemungkinan masih tampak padatahap ini, karena suatu proses perubahan itu
membutuhkan waktu lama.
4) Karena itu, proses tersebut harus
diteruskan dan ditingkatkan intensitasnya.
g. Terminating the change agent
relationship and evaluation.
1) Bila perubahan tersebut telah dapat
dilakukan secara melembaga, bantuan dari luar (agen, konsultan) tidak
diperlukan lagi.
2)
Pengguna dapat mengambil pelajaran dari proses kolaborasinya dengan
agen.
0 comments:
Post a Comment