Pada saat
sekarang, mutu menjadi satu-satunya hal yang sangat penting dalam pendidikan.Kita semua mengakui saat ini memang ada masalah dalam sistem pendidikan.
Lulusan pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi tidak
siap memenuhi kebutuhan masyarakat, apa lagi di era pasar bebas sangat
dituntut adanya kemampuan daya saing untuk dapat bersaing dan bersanding dengan
bangsa-bangsa lain dalam tataran nasioanl dan internasional. Zaman terus
berubah dan setiap bidang kehidupan semakin memiliki saling ketergantungan satu
sama lain di dalam suatu sistem yang integral. Oleh karena itu, pembangunan
pendidikan haruslah semakin berorientasi keluar (outward looking) karena sistem
pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem yang lebih luas
yaitu sistem sosio-ekonomi yang kompleks yang harus dihadapi oleh setiap
anggota masyarakat sesuai dengan sistem ketahanan nasional yang dimiliki oleh
Masyarakat.
Mutu pendidikan adalah
karakteristik yang harus melekat pada sistem pendidikan. Kemampuan meningkatkan
mutu harus dimiliki oleh sekolah sebagai suatu sistem yang otonom tanpa
tergantung pada atau dikendalikan oleh pihak luar, termasuk pemerintah.
Peningkatan mutu erat kaitannya dengan kreativitas pengelola satuan pendidikan
dan guru dalam pengembangan kemampuan belajar siswa. Dalam dunia pendidikan,
proses pendidikan yang bermutu mengacu pada kemampuan lembaga pendidikan dalam
mengintegrasikan, mendestribusikan, mengelola, dan mendayagunakan sumber-sumber
pendidikan secara optimal sehingga dapat meningkatkan kemampuan belajar
lulusannya (Ace Suryadi dan Tilaar, 1993:163).
Mutu pendidikan adalah
kemampuan setiap satuan lembaga pendidikan dalam mengatur dan mengelola sumber-sumber
pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar. Mutu pendidikan akan tercermin
dalam tingginya hasil belajar yang dicapai oleh siswa, namun proses pendidikan
yang bermutu tidak berarti harus secara langsung mengajarkan pengetahuan.
Prestasi belajar tinggi seyogyanya dihasilkan dari meningkatnya kemampuan siswa
yang tinggi untuk belajar secara berkelanjutan atau mampu belajar sepanjang
hayat (life-long learning). Mutu pendidikan ditentukan oleh dua kemampuan
sekolah, yaitu kemampuan sekolah secara teknis kependidikan dan kemampuan dalam
bidang pengelolaan. Prestasi belajar siswa dilahirkan dari kemampuan sekolah
untuk mengelola suasana sekolah yang kondusif untuk siswa agar dapat belajar
sebanyak mungkin melalui kegiatan belajar mandiri dan berkelanjutan. Prestasi
belajar siswa dapat berkembang melalui pelatihan, penanaman disiplin serta pembiasaan
dalam menerapkan kemampuan dasar untuk belajar secara sistematis dan
berkelanjutan.
Pendidikan di sekolah tidak hanya
dilakukan melalui proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru mata pelajaran,
pelatihan yang dilakukan oleh guru praktik, tetapi juga kegiatan
konseling yang dilakukan oleh konselor untuk membantu individu dalam mencari
dan menetapkan pilihan serta mengambil keputusan yang menyangkut
kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kehidupan belajar, perencanaan dan
pengembangan karir, serta kehidupan keberagamaan. Mutu pendidikan di
sekolah akan dapat diwujudkan bilamana dilaksanakan oleh guru mata
pelajaran, guru praktik, dan konselor yang kompeten dan profesional yang mampu
mengelola proses pendidikan secara profesional. Artinya, mampu
mentransformasikan kemampuan profesional yang dimilikinya ke dalam tindakan yang nyata didasarkan
kepada pelayanan keahlian dalam mengelola pendidikan, baik pelayanan dalam
pembelajaran, pelatihan, maupun konseling terhadap peserta didik yang menjadi
tanggungjawabnya di sekolah.
Mutu pendidikan akan dapat
diwujudkan bilamana pendidikan dilaksanakan secara tuntas. Pendidikan yang
tuntas mengakui dan bahkan menekankan kemampuan manusia untuk bertanggung
jawab.
Pendidikan yang tuntas bertopang
pada kejelasan norma, memiliki garis lurus yang membimbing pemikiran dan
tindakan pendidikan, sehingga karena kejelasan dasar, tujuan, dan garis
pembimbingnya, kewaswasan dalam bertindak itu dapat dihindari. Pendidikan yang
bagaimana yang
memiliki kualifikasi tersebut?
Dapatlah ilmu dan teknologi dijadikan penglima tertinggi dalam menciptakan
pendidikan tuntas? Ilmu dan teknologi telah mencoba kearah itu dan sebegitu jauh
telah memberikan kenyamanan hidup kepada umat manusia dewasa ini. Memang ilmu
telah memberdayakan manusia, tetapi secara moral ia tetap lemah.
Apakah hidup kita harus diabdikan
sekadar untuk mendapatkan kenyamanan sepintas? Apa lagi kalau diingat bahwa
ilmu selalu bersikap skeptis terhadap kebenaran? Bukankah kebenaran
dipandangnya bersifat tentatif hipotetis? Bila demikian, maka melalui ilmu dan
teknologi tidak
akan didapat dasar dan arah yang
jelas serta bimbingan perbuatan yang tuntas.
Mengapa perlu pendidikan yang
tuntas dalam arti pendidikan yang mendapat tuntunan dari Atas, yaitu Allah SWT?
Memang hanya dengan pendidikan yang tuntas kita dapat mengupayakan tercapainya
manusia yang merealisasikan hidup takwa selaku manusia utuh. Pengertian utuh
hendaknya diartikan sebagai
lengkap, tiada cela, sehingga menampilkan pendirian yang kokoh dan mantap,
bertolak dari niat yang ikhlas, bertindak secara selaras dengan jalan yang
lurus, memperhatikan rangkaian perilaku yang sinkron, taat asas dalam usaha mencapai
ridla Allah SWT.
Manusia yang utuh menurut pandangan
tuntas, mencerminkan manusia kaffah, dalam arti satu niat, ucap, pikir,
perilaku, dan tujuan yang direalisasi dalam hidup bermasyarakat. Satu
niat, ucap, pikir, perilaku, dan tujuan itu, akan membebaskan manusia dari
konflik diri yang dapat mengarah kepada kepribadian terbelah. Untuk mewujudkan
pendidikan yang tuntas, kita perlu menciptakan situasi dan iklim pendidikan
yang serasi dengan tujuan pendidikan. Bukankah sikap takwa akan lebih subur
berkembang dalam iklim hidup
religius? Iklim tersebut akan tercipta oleh manusia itu sendiri, manusia pula
yang menyambut iklim dan situasi untuk berperilaku tertentu, tapi pada akhirnya
kemampuan manusia pun terbatas.
Dalam pelaksanaannya,
pendidikan yang tuntas tidak hanya didasarkan pada pelayanan
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru mata pelajaran dan layanan pelatihan
yang dilakukan oleh guru praktik, tapi juga pada pelayanan
konseling yang dilakukan oleh konselor sekolah. Melalui layanan konseling,
konselor akan membantu terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan
melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan
pengatasan masalah agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri
dan bahagia.
Perubahan global tidak hanya
menyangkut kualifikasi persyaratan orang untuk memasuki suatu pekerjaan tetapi
juga pada waktu yang bersamaan muncul disorientasi personal dan ketidaktepatan
orang dalam menempati suatu pekerjaan. Dalam kondisi seperti ini proses belajar
sepanjang hayat
(lifelong learning) dan belajar
sejagat hayat (lifewide learning) akan menjadi determinan eksistensi dan
ketahanan hidup manusia. Lifelong learning adalah proses dan aktivitas
yang terjadi dan melekat dalam kehidupan manusia sehari-hari karena dia selalu
diperhadapkan kepada lingkungan yang selalu berubah yang menuntut dia harus
menyesuaikan, memperbaiki, mengubah dan meningkatkan mutu perilaku untuk dapat
memfungsikan diri secara efektif di dalam lingkungan. Proses belajar
sepanjang hayat itu terjadi secara
terpadu, menyangkut seluruh aspek kehidupan, terjadi keterpaduan antara
belajar, hidup, dan bekerja yang satu sama lain tak dapat dipisahkan melainkan
terjadi secara bersinergi (lifewide learning).
Dalam konteks kecenderungan sosial
dan ekonomi yang terjadi pada masyarakat global, muncul masyarakat berbasis
pengetahuan (knowledge base society) sebagai suatu learning society yang
memerlukan pendidikan dan latihan dalam sistem belajar sepanjang hayat, yang
menawarkan
kepada setiap warga masyarakat
suatu fasilitas belajar untuk beradaptasi kepada pengetahuan dan keterampilan
mutakhir. Masalah-masalah yang tampak sebagai masalah sosial, ekonomi, dan
politik bukanlah semata-mata masalah sosial, ekonomi, politik itu sendiri
melainkan masalah-masalah kemanusiaan yang harus didekati dari sisi
kemanusiaan.
Masyarakat yang berorientasi
kemanusiaan ini menghendaki persyaratan nilai, sikap, kebijakan, dan tindakan
untuk memperluas akses masyarakat kepada seluruh jenjang pendidikan, membuat
manusia mampu memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi di
dalam pendidikan dan dunia kerja. UNESCO menganggap bahwa hal ini akan tercapai
melalui pengembangan keterampilan untuk semua (life development for all), tidak
ekslusif dan menjadikan pendidikan dan latihan sebagai hak asasi manusia yang
dapat diakses.
Pendidikan holistik semacam
ini memadukan persiapan hidup dan dunia kerja yang mencakup seluruh domain
belajar yang memadukan pendidikan umum dan kejuruan dalam sebuah kontinum
pengetahuan, nilai, kompetensi, dan keterampilan. Dalam pandangan seperti ini
konseling menempati peran krusial untuk membantu manusia mampu memenuhi
kebutuhan belajar baru dan memberdayakan manusia untuk memperoleh keseimbangan
hidup, belajar, dan bekerja. Untuk mencapai tujuan ini UNESCO melihat bahwa
konseling, terutama konseling karir adalah hal yang paling penting untuk
seluruh peserta didik dan perannya diperluas untuk mempersiapkan peserta didik
dan orang dewasa menghadapi perubahan dunai kerja. Dalam perspektif ini konseling
menjadi suatu proses sepanjang hayat yang menyertai proses belajar sepanjang
hayat dalam segala jalur, setting, jenjang dengan segala tantangan dan
kendalanya.
A European Guidance Forum/Lifelong
Guidance Group (IAEVG, 2002) menegaskan bahwa: “Lifelong learning, guidance and
counseling, education, training and employment are continuously intersecting
cycles and systems in the lives of the European citizen. Information, guidance
and counseling have a key role to play in facilitating access, progression and
transitions between
these cycles and systems over an
individual’s lifetime. Lifelong guidance provision requires the active
co-operation if education, training and employment bodies both at national and
European levels in order to make the lifelong learning principle reality”.
These are the words of the European Commission. It continues: ‘Information,
guidance and counseling have been identified as a key
strategic component for
implementing a lifelong learning policy8”
Belajar sepanjang hayat dan sejagat
hayat menjadi strategi belajar masyarakat global karena beberapa alasan,
terutama dalam (a) memeliharan keberlanjutan akses terhadap belajar untuk
menambah dan
memperbaharui pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk keberlangsungan partisipasi dalam masyarakat
berbasis pengetahuan, (b) meningkatkan investasi sumberdaya manusia, (c)
membangun masyarakat inklusif yang memberi peluang yang sama untuk memperoleh
akses belajar yang bermutu, (d) mencapai jenjang pendidikan dan kualifikasi
vokasional yang lebih tinggi, dan (e) mendorong masyarakat untuk berperan aktif
di dalam kehidupan publik, sosial, dan politik.
Dari perspektif konseling,
kunci dasar untuk mencapai tujuan ini adalah perpektif baru tentang konseling yang
berorientasi pada kemudahan individu dalam mengakses informasi bermutu
tentang kesempatan belajar, memberikan bantuan pribadi untuk mengintegrasikan
hidup, belajar, dan bekerja, menumbuhkembangkan individu sebagai pribadi,
profesional, dan warga negara yang self motivated. Dalam perspektif ini,
konseling menjadi layanan yang dapat diakses secara berkelanjutan oleh seluruh
lapisan masyarakat, berorientasi holistik, mampu menyediakan layanan dalam
rentang kebutuhan yang lebar dan bervariasi, termasuk orang-orang yang tak
beruntung dan berkebutuhan khusus.
Konseling tidak hanya
dipelajari sebagai seperangkat teknik, melainkan sebagai kerangka berpikir dan
bertindak yang bernuansa kemanusiaan dan keindividuan. Nuansa dimaksud akan
lebih tampak pada masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based society)
yang menempatkan orientasi kemanusiaan dan belajar sepanjang hayat
sebagai central feature kehidupan masyarakat masa kini dan yang akan
datang. Proses pendidikan tidak lagi sebagai proses parsial, melainkan sebagai
proses
holistik yang memadukan persiapan
hidup dan dunia kerja yang mencakupi seluruh domain belajar, yang memadukan
pendidikan umum dan kejuruan sebagai suatu kontinum pengetahuan,
ilai,kompetensi,dan keterampilan. Dalam perspektif ini,konseling memiliki peran
membantu
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
belajar baru dan memberdayakan mereka dalam memperoleh keseimbangan hidup,
belajar,dan bekerja.
Konseling menjadi proses sepanjang
hayat (lifelong counseling) yang dapat diakses secara berkelanjutan oleh
seluruh lapisan masyarakat, berorientasi holistic, mampu menyediakan layanan
dalam rentang yang lebar dan bervariasi, termasuk kelompok masyarakat yang
beruntung.
Proses pendidikan mencakup
usaha yang secara sadar dan intensional bertujuan untuk secara terus
menerus meningkatkan dan/atau memperbaiki kondisi sasaran pendidikan untuk
bertindak sesuai dengan norma yang berlaku. Kerangka konseling seperti ini
berfifat holistik yang menyatupadukan hakikat kemanusiaan, wawasan dan
keilmuan, keterampilan, nilai serta sikap dalam pelayanan. Pendekatan pelayanan
konseling bergeser dari supply-side ke demand-side dengan melakukan
upaya proaktif kepada masyarakat
yang menjadi target layanan, menggunakan berbagai sumber dan teknologi
informasi untuk memperkaya peran profesional, mengembangkan manajemen informasi
dan jaringan kerja konselor, serta
memanfaatkan berbagai jalur dan settting layanan. Profesi konseling harus
senantiasa terbuka untuk berkembang selaras dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni serta tuntutan lingkungan akademis dan
profesional, sehingga mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi dunia
pendidikan nasional dan kehidupan manusia pada umumnya.
Profesi konseling merupakan
keahlian pelayanan pengembangan pribadi dan pemecahan masalah yang mementingkan
pemenuhan kebutuhan dan kebahagiaan pengguna sesuai dengan martabat, nilai,
potensi, dan keunikan individu berdasarkan kajian dan penerapan ilmu dan
teknologi dengan acuan dasar ilmu pendidikan dan psikologi yang dikemas dalam
kaji-terapan konseling yang diwarnai oleh budaya (termasuk di dalamnya nilai
dan norma) Indonesia. Dengan demikian pelayanan konseling di
Indonesia dikembangkan dan
dilaksanakan dengan paradigma konseling adalah pelayanan bantuan
psiko-pendidikan dalam budaya Indonesia. Konseling memiliki bidang singgung
antara psikologi, pendidikan, dan budaya, terutama berkenaan dengan segi isi
dan muatan nilai yang perlu diperhatikan. Dengan paradigma ini para pelaksana
konseling perlu menguasai berbagai materi psikologi (psikologi umum, psikologi
perkembangan, psikologi belajar, psikologi kepribadian, psikologi pendidikan,
psikologi sosial), materi pendidikan (dasar-dasar pendidikan, kurikulum
pendidikan, belajar dan pembelajaran, penilaian pendidikan, pengelolaan
pendidikan), serta materi budaya dan konseling lintas budaya.
Materi psiko-pendidikan “dikemas”
dalam ilmu dan teknologi konseling dengan warna budaya Indonesia. Bidang
konseling yang perlu dikuasai meliputi (1) dasar-dasar keilmuan konseling
(pengertian, tujuan, fungsi, asas, prinsip, dan landasan konseling); (2)
bidang konseling ( pribadi,
sosial, belajar, dan karir); (3)
jenis-jenis layanan ( orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran,
penguasaan konten, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling
kelompok, mediasi, dan konsultasi); (4) kegiatan pendukung : aplikasi
instrumentasi, himpunan data, konfersi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan
kasus); dan (5) profesionalisasi konseling.
Konselor baik di sekolah maupun di
luar sekolah,harus memahami bahwa pelayanan konseling yang diselenggarakannya
memiliki muatan unsur yang bersifat psikologi, pendidikan,dan budaya. Ketiganya
terpadukan dalam kegiatan konseling. Apabila salah satu atau lebih unsur-unsur
itu
terabaikan, maka kegiatan konseling
kehilangan jati dirinya sebagai pelayanan konseling yang cocok di Indonesia.
Konseling sangat dekat dengan
psikologi,bahkan sebagian besar muatan konseling sebagai suatu ilmu bersumber
dari psikologi. Psikologi sebagai ilmu pendukung yang paling pokok dalam
onseling,bantuan yang demikian disebut bantuan psikologi.Psikologi dalam
konseling berarti
memberikan pemahaman tentang
tingkah laku dan perkembangan individu menjadi sasaran layanan (individu atau
klien). Ini sangat penting karena bidang garapan konseling adalah tingkah laku
dan perkembangan individu,yaitu tingkah laku yang perlu diubah atau
dikembangkan secara optimal. Setiap individu yang berkembang harus
menyelesaikan tugas-tugas perkembangan itu apabila ia hendak dikatakan
sebagai individu yang bahagia dan sukses.
Selain itu konseling didukung ilmu
pendidikan karena individu yang terlibat di dalamnya menjalani proses belajar,
dan kegiatan tersebut bersifat normative, obyektif, dan berorientasi
pemecahan masalah. Bersifat normative, yaitu dengan sengaja membantu individu
berkembang ke arah baik dan benar yang diwujudkan dalam perubahan perilaku.
Ilmu pendidikan sebagai ilmu normative memiliki landasan-landasan ilmiah dan
menggunakan metode-metode ilmiah di dalam mewujudkan fungsi
keilmuannya, yaitu fungsi
mempelajari dan membawa individu untuk mencapai tujuan yang iinginkan. Bersifat
obyektif yaitu mempelajari apa adanya tentang individu sebagai suatu organisma
yang sedang berkembang dan berbagai factor yang terkait dengan perkembangannya.
Berorientasi pemecahan masalah baik dalam tataran obyektif (dalam proses
mempelajari) maupun dalam tataran normative (dalam proses membawa).
Orientasi masalah dalam tataran obyektif terfokus kepada
persoalan apa dan mengapa individu
berada dalam kondisi demikian,dan orientasi masalah pada taran normative
terkait dengan bagaimana mengembangkan, mengubah, dan memperbaiki kondisi
tersebut. Pelayanan konseling harus didasarkan norma-norma yang berlaku, baik
isinya, prosesnya, tekniknya, maupun instrumentasinya yang dipergunakannya.
Pelayanan yang tidak normative bukanlah pelayanan konseling. Konseling yang
dimaksud disini merupakan pelayanan bantuan
yang berakar pada budaya kita, dan
mempunyai landasan ilmiah psikologi dan pendidikan.
Teori pendidikan adalah pengetahuan
tentang makna dan bagaimana seyogyanya pendidikan itu dilaksanakan,sedangkan
praktek adalah tentang pelaksanaan pendidikan secara konkretnya nyatanya).
Praksis pendidikan adalah bidang kehidupan dan kegiatan praktis pendidikan.
Kedua jenis seyogyanya tidak
dipisahkan, sebaiknya siapa yang berkecimpung dalam bidang endidikan
perlu menguasai keduanya. Teori mengandaikan praktek dan praktek berlandaskan
teori.
Pendidikan dipandang bukan
semata-mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang, tetapi
juga untuk kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan
menuju tingkat kedewasaannya. Pendidikan tidak dipandang hanya sebagai
usaha pemberian informasi dan pembentukan keterampilan saja, namun diperluas
sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan keinginan, kebutuhan dan
kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan sosial yang
memuaskan. Konseling sangat signifikan sebagai salah satu upaya
pendidikan untuk membantu individu yang sedang dalam proses perkembangan sesuai
dengan tahap-tahap perkembangan dan tuntutan lingkungan. Hakikat pendidikan
sebagai pembangunan nasional, pemberdayaan dan pembudayaan manusia, upaya
pengembangan kemampuan manusia, dan sebagai investasi sumber daya manusia.
Dalam pelaksanaannya, pendidikan yang tuntas tidak hanya didasarkan pada
pelayanan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru mata pelajaran dan layanan
pelatihan yang dilakukan oleh guru praktik, tapi juga pada pelayanan
konseling yang dilakukan oleh konselor sekolah.
Melalui layanan konseling, konselor
akan membantu terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui
tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan
pengatasan masalah agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri
dan bahagia.