Pengelolaan kelas dalam pengembangan
budaya dan iklim sekolah adalah segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan
suasana dan kondisi belajar di dalam kelas agar menjadi kondusif dan
menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai
dengan kemampuan. Dengan kata lain pengelolaan kelas merupakan usaha dalam
mengatur segala hal dalam proses pembelajaran, seperti lingkungan fisik dan
sistem pembelajaran di kelas.
Pembelajaran yang efektif membutuhkan
kondisi kelas yang kondusif. Kelas yang kondusif adalah lingkungan belajar
yang mendorong terjadinya proses belajar yang intensif dan efektif. Strategi
belajar apapun yang ditempuh guru akan menjadi tidak efektif jika tidak
didukung dengan iklim dan kondisi kelas yang kondusif. Oleh karena itu guru
perlu menata dan mengelola lingkungan belajar di kelas sedemikian rupa
sehingga menyenangkan, aman, dan menstimulasi setiap anak agar terlibat secara
maksimal dalam proses pembelajaran.
Pengaturan lingkungan belajar sangat
diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan
emosionalnya. Lingkungan belajar yang memberi kebebasan kepada anak untuk
melakukan pilihan-pilihan akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik,
emosional, dan mental dalam proses belajar, dan karena itu, akan dapat
memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. ltulah sebabnya, mengapa
setiap anak perlu diberi kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai
dengan apa yang mampu dan mau dilakukannya.
Pengelolaan kelas yang baik, dapat dilakukan
dengan enam cara sebagai berikut; (1) penciptaan lingkungan fisik kelas yang
kondusif (2) penataan ruang belajar sebagai sentra belajar (3) penciptaan
atmosfir belajar yang kondusif, (4) penetapan strategi pembelajaran dan (5)
pemanfaatan media dan sumber belajar, dan (6) penilaian hasil belajar.
Untuk lebih jelasnya ke enam cara
tersebut di atas akan dijelaskan dalam uraian berikut.
A. Lingkungan Fisik Kelas
Lingkungan fisik di kelas meliputi
pengaturan ruang belajar yang didesain sedemikian rupa sehingga tercipta
kondisi kelas yang menyenagkan dan dapat menumbuhkan semangat dan keinginan
untuk belajar dengan baik seperti: pengaturan meja, kursi, lemari,
gambar-gambar afirmasi, pajangan hasil karya siswa yang berprestasi, alat-alat
peraga, media pembelajaran dan jika perlu di iringi dengan nuansa musik yang
sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan atau nuansa musik yang dapat
membangun gairah belajar siswa. Disain ruang kelas yang baik dimaksudkan untuk
menanamkan, menumbuhkan, dan memperkuat rasa keberagamaan dan
perilaku-perilaku spritual siswa. Dengan ruang kelas yang baik, para siswa
dapat berkomunikasi secara bebas, saling menghormati dan menghargai pendapat
masing-masing. Di samping itu, dengan ruang kelas yang tertata dengan baik,
guru akan leluasa memberikan perhatian yang maksimal terhadap setiap aktivitas
siswa.
1.
Pengaturan meja-kursi
Susunan meja-kursi hendaknya memungkinkan
siswa-siswa dapat saling berinteraksi dan memberi keluasaan untuk terjadinya
mobilitas pergerakan untuk melakukan aktivitas belajar. Meja-kursi juga
hendaknya dapat digerakkan, dipindahkan, dan disusun secara fleksibel. Beri
keleluasaan siswa mengatur sendiri atau memilih meja-kursinya masing-masing,
walaupun mungkin akan tampak acak-acakan dan tidak beraturan. Prinsip pokok
yang perlu diperhatikan dalam pengaturan meja-kursi adalah tatanan mana yang
dapat menstimulasi dan mempertahakan tingkat keterlibatan belajar yang tinggi.
Selain itu juga posisi tempat duduk siswa sebaiknya tidak tetap pada posisi
tertentu, akan lebih baik jika posisi tempat duduk siswa di rubah setiap saat
agar interaksi diantara siswa dalam kelas lebih terasa dan hal ini akan
menumbuhkan sosialisasi diantara mereka serta mengatasi kebosanan siswa dengan
posisi tempat duduk yang tetap.
Berikut dikemukakan beberapa bentuk
penataan meja-kursi yang dapat dipilih oleh guru guna meningkatkan keterlibatan
dan interaksi antar siswa dalam proses pembelajaran.
a.
Model huruf U
Model susunan meja-kursi model U dapat dipilih untuk berbagai tujuan. Dalam model ini, para siswa
memiliki alas untuk menulis dan membaca, dapat melihat guru atau media visual
dengan mudah, dan memungkinkan mereka bisa saling berhadapan langsung. Susunan
model ini juga memudahkan untuk membagi bahan pelajaran kepada siswa secara
cepat, di mana guru dapat masuk ke dalam huruf U dan berjalan ke berbagai arah.
Dalam menyusun meja-kursi model U,
sediakan ruangan yang cukup antara satu tempat duduk dengan yang lainnya
sehingga kelompok kecil siswa yang terdiri atas tiga orang atau lebih dapat
keluar-masuk dari tempatnya dengan mudah.
b.
Model Corak Tim
Pada model ini, meja-meja dikelompokkan setengah lingkaran
atau oblong di ruang tengah kelas agar memungkinkan guru melakukan interaksi
dengan setiap tim (kelompok siswa). Guru dapat meletakkan kursi-kursi
mengelilingi meja-meja guna menciptakan suasana yang akrab. Siswa juga dapat
memutar kursi melingkar menghadap ke depan ruang kelas untuk melihat guru atau
papan tulis.
c.
Model Meja Konferensi
Model ini cocok jika meja relatif persegi panjang. Susunan
ini mengurangi dominasi pengajar dan meningkatkan keterlibatan siswa.
d.
Model Lingkaran
Dalam model ini, tempat duduk siswa disusun dalam bentuk
lingkaran sehingga mereka dapat berinteraksi berhadap-hadapan secara langsung.
Model lingkaran seperti ini cocok untuk diskusi kelompok penuh. Sediakan
ruangan yang cukup, sehingga guru dapat menyuruh siswa menyusun kursi-kursi
mereka secara cepat dalam berbagai susunan kelompok kecil. Jika mereka ingin
menulis, mereka dapat menghadap ke meja masing-masing, namun jika mereka
berdiskusi, mereka dapat memutar kursi untuk berhadap-hadapan satu sama lain.
e.
Model Fishbowl
Susunan ini memungkinkan guru melakukan kegiatan diskusi
untuk menyusun permainan peran, berdebat, atau mengobservasi aktivitas
kelompok. Susunan yang paling khusus terdiri atas dua konsentrasi lingkaran
kursi. Guru juga dapat meletakkan meja pertemuan di tengah-tengah, dikelilingi
oleh kursi-kursi pada sisi luar.
f.
Model Breakout groupings
Jika kelas cukup besar atau jika ruangan memungkinkan,
letakkan meja-meja dan kursi di mana kelompok-kelompok kecil siswa dapat
melakukan aktivitas belajar yang didasarkan pada tugas tim. Tempatkan susunan
pecahan-pecahan kelompok saling berjauhan sehingga tim-tim itu tidak saling
mengganggu. Tetapi hindarkan penempatan ruangan kelompok-kelompok kecil terlalu
jauh dari ruang kelas utama sehingga hubungan di antara mereka dapat tetap
terjaga.
g.
Model Workstation
Susunan ini tepat untuk lingkungan tipe laboratorium, di
mana setiap siswa duduk secara berpasangan pada meja tertentu untuk mengerjakan
suatu tugas (seperti mengoperasikan komputer, mesin, melakukan kerja laboral,
dsb) sesaat setelah dimenostrasikan. Meja diatur sedemikian rupa, sehingga
siswa dapat bekerja secara berpasangan sebagai partner belajar. Susunan seperti
ini tepat digunakan bila pokok bahasan melibatkan tugas mandiri (seat work)
sekaligus tugas kelompok kecil. Beberapa hal yang perlu diperhatikan berikut
ini dalam menerapkan model ini.
·
Pengaturan
meja-kursi sebaiknya dapat digerakkan, dipindahkan, dan disusun secara fleksibel.
·
Memberikan
keleluasaan siswa mengatur sendiri atau memilih meja-kursinya masing-masing,
walaupun mungkin akan tampak acak-acakan dan tidak beraturan.
·
Susunan
meja-kursi yang baik adalah yang memungkinkan siswa dapat saling berinteraksi
dan memberi keluasaan untuk terjadinya mobilitas pergerakan untuk melakukan
aktivitas belajar. Prinsip pokok yang perlu diperhatikan dalam pengaturan
meja-kursi adalah tatanan mana yang dapat menstimulasi dan mempertahakan
tingkat keterlibatan belajar yang tinggi.
2.
Pemajangan gambar dan warna
Pemajangan gambar dan pemilihan warna
perlu mempertimbangkan saran-saran berikut.
a.
Siswa perlu
dilibatkan dalam pengadaan dan penataan pajangan-pajangan yang dibutuhkan dalam
kelas. Siswa, misalnya, dapat diminta membuat gambar, poster, motto, puisi,
atau petikan ayat, hadis, dan pesan tokoh tertentu, untuk dipilih dan dipajang
dalam kelas.
b.
Guna menghindari
kejenuhan terhadap gambar dan isi poster afirmasi yang sama, guru perlu secara
priodik mengganti gambar-gambar atau poster-poster tersebut.
c.
Guna
mengoptimalkan penataan ruang, maka hasil-hasil pekerjaan siswa sebaiknya
dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas. Yang dipajangkan dapat berupa hasil
kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar,
peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas
yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat
membantu guru dalam proses pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika
membahas suatu masalah. Di samping itu itu, karya-karya terpilih siswa yang
dipajang dapat berfungsi sebagai reward dan praise yang dapat memotivasi siswa
untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain.
3.
Pemanfaatan
musik
Kehadiran suara musik lembut di kelas
juga diyakini dapat memperkuat daya tahan dan konsentrasi belajar siswa. Di
samping itu, belajar sambil mendengar musik dapat menciptakan suasana
menyenangkan dan rasa betah tinggal di kelas. Oleh karena itu, jika dana
memungkinkan, di setiap kelas dapat disediakan radio tape untuk memutar dan
memperdengarkan musik-musik lembut, khususnya saat siswa mengerjakan
tugas-tugas yang menuntut konsentrasi dan daya pikir yang tinggi. Akan lebih
baik, jika di kelas telah dipersiapkan dengan sound-system yang baik. Secara
umum, semua pilihan musik untuk menopang aktivitas pembelajaran di kelas adalah
jenis musik instrumentalia. Hanya pada saat jeda atau untuk maksud memberi efek
khusus dapat dipilih musik yang berisi lirik lagu. Dan jika harus menggunakan
musik dengan lirik, pilihlah yang mengandung pesan positif.
B. Penataan Ruang Kelas sebagai Sentra
Belajar
Sentra belajar merupakan area khusus
di ruang kelas untuk menata materi, perlengkapan, peralatan, dan karya siswa
yang terkait dengan pokok bahasan, keterampilan atau kegiatan tertentu. Sentra
belajar bisa berlokasi di atas meja, rak buku, sudut ruang, atau bahkan di
kolong meja. Sentra belajar bisa bersifat permanen atau hanya terkait dengan
kegiatan atau bidang pembelajaran tertentu, misalnya sentra penerbitan, sentra
pembelajaran matematika, kafe baca, dsb. Sentra belajar juga bisa bersifat
fleksibel dan sementara (ditata untuk keperluan tema atau unit tertentu yang
dipelajari).
Di samping itu, pelibatan siswa
tersebut juga membantu membangun keterampilan “perawatan rumah” yang dipelukan
untuk mempertahankan suasana kelas yang aktif dan berorientasi pada siswa.
Untuk masud tersebut, guru dapat mendorong siswa untuk memiliki dan
mengemukakan beberapa pilihan dalam menyusun aturan dasar bagi kegiatan
berbasis-sentra mereka.
Beberapa praktik yang baik dalam
menata sentra-sentra belajar (good practice) dikemukakan berikut ini:
·
Dalam menata
kelas menjadi sentra belajar, sejumlah guru bidang studi melibatkan siswa
terutama dalam perencanaan dan pengadaan sumber-sumber belajar yang diperlukan.
Pelibatan siswa dalam merancang ruang kelas menjadi sentra-sentra belajar dapat
membangun rasa kebanggaan dan kebersamaan di kalangan siswa.
·
Sistem
moving-class (kelas berpindah) merupakan alternatif yang dapat ditempuh untuk
mengefektifkan penataan ruangan kelas sebagai sentra belajar. Dalam sistem
moving-class ini, ruang-ruang kelas tertentu ditata khusus untuk mendukung
pembelajaran mata pelajaran tertentu. Ada kelas sains, kelas bahasa, kelas matematika, kelas
kesenian, dan sebagainya. Kelas-kelas ini ditata menjadi semacam home-room atau
sentra belajar khusus. Meja, kursi,
peralatan, media, pajangan, dan berbagai aspek yang ada di kelas diatur
sedemikian rupa sesuai kebutuhan dan karaketeristik pembelajaran mata
pelajaran tertentu.
Penggunaan sistem moving-class seperti itu memiliki
beberapa keuntungan, sebagai berikut:
·
Atmosfir dan
tatanan kelas dapat memperlancar aktivitas dan proses pembelajaran. Semua
elemen dalam kelas menjadi semacam reinforcer (penguat) dan stimulator untuk
membangkitkan gairah dan aktivitas belajar terhadap mata pelajaran tertentu.
·
Memungkinkan penggunaan
sarana, fasilitas, serta berbagai media dan peralatan belajar secara lebih
efisien. Media dan peralatan pembelajaran Sains, misalnya, tidak perlu ada di
semua kelas, semua kebutuhan pembelajaran mata pelajaran tersebut cukup
ditempatkan dan ditata khusus pada kelas tertentu. Demikian pula kebutuhan
media dan alat bantu belajar pada mata-mata pelajaran lainnya ditata khusus
pada kelas-kelas tersendiri.
·
Setiap hari,
siswa dapat menikmati dan mengalami proses belajar pada tempat dan lingkungan
belajar yang bervariasi. Mobilitas gerak seperi Ini dapat menghindarkan siswa
dari kejenuhan akibat tata ruang kelas yang monoton.
·
Pergerakan-pergerakan
yang dialami siswa saat perpindahan kelas memungkinkan terjadinya interkasi
yang lebih aktif dan hidup di kalangan siswa. Ini dapat menstimulasi dan
mengembangkan sikap-sikap empati, kerjasama, kepedulian, dan berbagai sikap
prososial siswa lainnya.
1.
Pengelolaan Aktivitas Belajar Siswa
Biasanya, pengelolaan aktivitas
belajar siswa dilakukan dalam beragam bentuk seperti individual, berpasangan,
kelompok kecil, atau klasikal. Beberapa pertimbangan perIu diperhitungkan
sewaktu melakukan pengelolaan siswa. Antara lain jenis kegiatan, tujuan
kegiatan, keterlibatan siswa, waktu belajar, dan ketersediaan sarana/prasarana.
Hal yang sangat penting perIu diperhitungkan adalah keberagaman karakteristik
siswa. Guru harus memahami bahwa setiap siswa memiliki karakter yang
berbeda-beda. Untuk itu, perlu dirancang kegiatan belajar mengajar dengan
suasana yang memungkinkan setiap siswa memperoleh peluang sama untuk
menunjukkan dan mengembangkan potensinya. Berikut ini beberapa contoh perbedaan
karakteristik masing-masing siswa (lihat Tabel 1).
2.
Pengelolaan Waktu
Pembelajaran
berlangsung selama priode waktu tertentu. Waktu
merupakan sumber terbatas yang perlu dialokasi dan dimanfaatkan secara
efesien dan efektif. Alokasi waktu pelaksanaan pembelajaran setiap mata
pelajaran telah dialokasikan dalam satuan jam tertentu. Alokasi jam
pembelajaran tersebut harus dapat digunakan secara optimal untuk menghasilkan
perubahan belajar pada diri siswa.
Guna mengoptimalkan pemanfaatan waktu
yang tersedia untuk kebutuhan pembelajaran, guru perlu memperhatikan beberapa
petunjuk berikut ini.
·
Hindari waktu
terbuang akibat keterlambatan penyiapan sumber atau media, penundaan memulai
awal pembelajaran, atau terlalu banyak menggunakan waktu untuk menyelesaikan
tugas administratif. Guru perlu menemukan cara-cara kerja yang efisien dalam
menyelesaikan tugas-tugas administratif yang memang perlu
Tabel
1 Faktor Keberagaman Karekteristik Siswa
dan Implikasi bagi Pengelolaan Siswa
Faktor Keberagaman
|
Pengelolaan Siswa
|
Isi (by content)
|
Memberikan peluang
kepada siswa untuk mempelajari materi yang berbeda dalam sasaran kompetensi
yang sama ataupun berbeda.
|
Minat dan motivasi siswa (by
interest)
|
Memberikan peluang
kepada siswa untuk berkreasi sesuai dengan minat dan motivasi belajar
terlepas dari kompetensi yang sama atau berbeda. Hal ini diharapkan mampu memacu
motivasi siswa untuk belajar lebih lanjut secara mandiri.
|
Kecepatan
tahapan belajar (by piece)
|
Memberikan peluang kepada siswa untuk belajar
(bekerja) sesuai dengan kecepatan belajar yang dimilikinya. Keberagaman
bisa pada kompetensi dan/atau isi materi pelajaran, serta kegiatan yang
dilakukan siswa.
|
Tingkat kemampuan (by level)
|
Memberikan peluang
kepada setiap siswa untuk mencapai kompetensi secara maksimal sesuai dengan
tingkat kemampuan yang dimiliki. Keberagaman bisa pada kompetensi dan/
atau isi materi pelajaran serta kegiatan yang dilakukan siswa.
|
Reaksi yang
diberikan siswa (by respond)
|
Memberikan kesempatan atau peluang kepada siswa
untuk menunjukkan respon melalui presentasi/penyajian hasil karyanya secara
lisan, tenulis, benda kreasi, dan sebagainya.
|
Siklus cara
berpikir (by circular sequence)
|
Memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk
menguasai materi melalui cara-cara berdasarkan perspektif yang mereka pilih.
Struktur pengetahuan (by structure)
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih (menyeleksi) materi
berdasarkan cara yang dikuasai, misalnya: dari yang mudah ke sulit, dari yang
diketahui ke yang tidak diketahui, dari dekat ke jauh.
|
Waktu (by time)
|
Memberikan perhatian kepada setiap individu
siswa yang kemungkinannya memiliki perbedaan durasi untuk mencapai ketuntasan
dalam belajar.
|
Pendekatan
pembelajaran (by teaching style)
|
Memberikan perlakuan
yang berbeda kepada setiap individu sesuai dengan keadaan siswa.
|
·
Dilakukan
untuk menunjung program pembelajarannya. Penggunaan komputer merupakan salah
satu cara yang dapat ditempuh.
·
Mulai pembelajaran pada waktunya. Hindari menghabiskan terlalu banyak
waktu menghadapi siswa terlambat atau problem siswa lain. Guru terkadang
terlalu banyak menghabiskan waktu mengurusi siswa-siswa terlambat atau
menampilkan perilaku salah-suai lainnya. Siswa-siswa semacam itu sebaiknya
ditangani setelah waktu pembelajaran, atau dilimpahkan ke konselor sekolah.
·
Hindari menghentikan PBM sebelum waktunya. Jika skenario pembelajaran
disiapkan dengan baik, guru dapat mememperkirakan macam dan kuantitas kegiatan
pembelajaran yang sesuai dengan alokasi waktu yang ditetapkan. Dengan demikian,
sumber-sumber waktu yang disediakan untuk setiap jam pembelajaran dapat
digunakan secara efektif dan efisien.
·
Hindari terjadinya hal-hal yang dapat mengganggu selama proses pembelajaran.
Kondisikan agar prosedur dan kegiatan rutin siswa di kelas dapat dilakukan
dengan lancar dan cepat. Gunakan petunjuk tertulis, denah, atau gambar untuk
membantu siswa memahami apa yang harus dilakukan, bagaimana dan di mana suatu
tugas harus dilakukan. Tata peralatan dan bahan yang diperlukan sedemikian rupa
di lokasi yang mudah dijangkau dan digunakan oleh semua siswa saat dibutuhkan.
Penataan ruang kelas yang baik, sebagaimana diuraikan sebelumnya, dapat
membantu memperlancar aktivitas pembelajaran di kelas.
·
Tingkatkan time on-task setiap siswa untuk mengikuti setiap sesi pembelajartan.
Time on-task siswa, yaitu curah waktu dimana siswa secara aktif terlibat
secara mental pada proses belajar. Ini dapat dilakukan dengan mengaitkan
pelajaran dengan hal-hal yang menarik, bersifat melibatkan, dan sesuai dengan
minat siswa.
·
Pertahankan momentum belajar. Momentum belajar adalah momen, kesempatan,
atau saat khusus tertentu di mana kelas sedang berada pada kondisi sangat
kondusif dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Setiap siswa bergiat
untuk saling belajar. Mempertahan momentum belajar selama proses pembelajaran
merupakan salah satu kunci untuk menjaga tingkat keterlibatan belajar yang
tinggi. Dalam kelas yang menjaga momentum dengan baik, siswa selalu memiliki
sesuatu untuk dilakukan dan begitu pekerjaan dimulai tidak ada lagi gangguan
yang merusak konsentrasi belajar.
C. Penciptaan Atmosfir Belajar
Lingkungan sistem pembelajaran
meliputi berbagai hal yang dapat memperlancar proses belajar mengajar dikelas
seperti: Kompetensi dan kreativitas guru dalam mengembangkan materi
pembelajaran, penggunaan metode dan strategi belajar yang bervariasi,
pengaturan waktu dalam proses belajar mengajar dan pengunaan media dan sumber
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran serta penentuan evaluasi
untuk mengukur hasil belajar siswa. Keselurahan aspek yang dijelaskan di atas
didesain sedemikian rupa dalam proses pembelajaran.
Yang menjadi penekanan dalam
penciptaan atmosfir belajar yang kondusif adalah penciptaan suasana
pembelajaran yang (1) menyenangkan, (2) mengasyikkan, (3) mencerdaskan, dan (4)
menguatkan.
1.
Menyenangkan
dan mengasyikkan
Menyenangkan dan mengasyikkan terkait
dengan aspek afektif perasaan. Guru harus berani mengubah iklim dari suka ke
bisa. Guru hendaknya dapat mengundang dan mencelupkan siswa pada suatu
kondisi pembelajaran yang disukai dan menantang siswa untuk berkreasi secara
aktif. Rancangan pembelajaran terpadu dengan materi pembelajaran yang
kontekstual harus dikembangkan secara terus menerus dengan baik oleh guru.
Untuk keperluan itu guru-guru dilatih:
·
bersikap ramah
·
membiasakan
diri selalu tersenyum
·
berkomunikasi
dengan santun dan patut
·
adil terhadap
semua siswa
·
senantiasa
sabar menghadapi berbagai ulah dan perilaku siswanya.
·
menciptakan
kegiatan belajar yang kreatif melalui tema-tema yang menarik yang dekat dengan
kehidupan siswa.
2.
Mencerdaskan
dan menguatkan
Mencerdaskan bukan hanya terkait
dengan aspek kognitif, melainkan juga dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligence). Tidak kalah
pentingnya adalah bagaimana guru dapat mengalirkan pendidikan normatif ke
dalam mata pelajaran sehingga menjadi adaptif dalam keseharian anak. Inilah
yang merupakan tujuan utama dari fundamen pendidikan kecakapan hidup (life skill). Oleh karena itu, guru dilatih:
·
Memilih
tema-tema yang dapat mengajak anak bukan hanya sekedar berpikir, melainkan
juga dapat merasa dan bertindak untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi
tanggung jawabnya.
·
Teknik-teknik
penciptaan suasana yang menyenangkan dalam pembelajaran, karena jika anak senang
dan asyik, tentu saja bukan hanya kecerdasan yang diperoleh, melainkan juga mekarnya “kepribadian anak” yang menguatkan
mereka sebagai pembelajar.
·
Memberikan
pemahaman yang cukup akan pentingnya memberikan keleluasaan bagi siswa dalam
proses pembelajaran.
·
Jangan terlalu
banyak aturan yang dibuat oleh guru dan harus ditaati oleh anak akan
menyebabkan anak-anak selalu diliputi rasa takut dan sekaligus diselimuti rasa
bersalah.
Beberapa praktik penciptaan atmosfir
belajar yang baik (good practice)
dikemukakan berikut ini.
·
Sebelum
memulai pelajaran, dengan sikap yang ramah dan penuh senyuman guru menyapa
beberapa orang siswa dan menanyakan mengenai keadaan dan kesiapan masing-masing
siswa untuk belajar. Bahkan ada guru yang membuka pelajaran diawali dengan
nyanyian pendek dan selanjutnya menugaskan seseorang siswa melanjutkan lagu
tersebut.
·
Di awal
pelajaran, guru membiasakan siswa untuk berdoa secara bersama agar Tuhan
senantiasa memberikan kesehatan dan kemudahan dalam memahami pelajaran.
Selanjutnya, guru juga tidak lupa memberikan pencerahan-pencerahan rohani
kepada para siswa agar mereka senantiasa saling menghormati dan menghargai,
kejujuran dan tanggung jawab bagi setiap tugas yang diberikan.
·
Selama proses
pembelajaran berlangsung, guru senantiasa mengembangkan bentuk komunikasi yang
efektif, agar siswa dapat bertanya atau mengemukakan pendapat dalam suasana
yang menyenangkan dan merasa tidak tertekan, tidak takut atau merasa bersalah.
D. Penerapan Strategi Pembelajaran
Sebelum membahas tentang strategi
pembelajaran, terlebih dahulu perlu dipahami tentang konsep belajar seperti
berikut ini.
·
Siswa akan
lebih mudah membangun pemahaman apabila dapat mengkomunikasikan gagasannya
kepada siswa lain atau kepada gurunya. Dengan kata lain, membangun pemahaman
akan lebih mudah melalui interaksi dengan lingkungan sosialnya.
·
Interaksi
memungkinkan terjadinya perbaikan terhadap pemahaman siswa melalui diskusi, saling
bertanya, dan saling menjelaskan. Interaksi dapat ditingkatkan dengan belajar
kelompok.
·
Penyampaian
gagasan oleh siswa dapat mempertajam, memperdalam, memantapkan, atau menyempumakan
gagasan itu karena memperoleh tanggapan dari siswa lain atau gurunya.
·
Dalam proses
pembelajaran siswa senantiasa perIu didorong untuk mengkomunikasikan gagasan,
hasil kreasi dan temuannya kepada siswa lain, guru atau pihak-pihak lain.
Dengan demikian pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi dengan menghargai
perbedaan (pendapat, sikap, kemampuan, prestasi) dan berlatih untuk bekerjasama.
Artinya, pembelajaran itu diharapkan dapat mendorong siswa untuk mengembangkan
empatinya sehingga dapat terjalin saling pengertian dengan menyelaraskan pengetahuan
dan tindakannya.
Dengan pemahaman seperti hal tersebut
di atas, guru-guru menyadari bahwa strategi pembelajaran merupakan hal yang penting
dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, karena strategi dapat menciptakan
kondisi belajar yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran. Selain itu,
strategi pembelajaran yang dipilih dan dipergunakan dengan baik oleh guru
dapat mendorong siswa untuk aktif mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas,
dan penggunaan strategi pembelajaran secara baik dapat berdampak pada meningkatnya
keterampilan mengajar guru dan rasa percaya dirinya.
Beberapa strategi pembelajaran yang
dapat menciptakan budaya dan iklim sekolah dapat dikemangkan antara lain (1)
pembelajaran berbasis masalah, (2) pembelajaran inquiry, (3) pembelajaran
berbasis proyek/tugas, (4) pembelajaran kooperatif, (5) pembelajaran
partisipatory, dan (6) pembelajaran scaffolding.
1.
Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah
Untuk dapat menerapkan strategi
pembelajaran berbasis masalah, maka seorang guru sebaiknya menggunakan masalah
dunia nyata sebagai konteks pembelajaran. Melalui dunia nyata yang terjadi di
sekitar mereka, maka siswa dapat belajar mengembangkan cara berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan dan konsep esensial
dari materi pelajaran. Pembelajaran bermakna hanya dimungkinkan terjadi bila
siswa dapat mengerahkan proses berpikir tingkat tinggi, seperti pada level
analisis, sintesis, dan evaluasi. Karena itu, guna merangsang kemampuan
berpikir tingkat tinggi dari siswa, mereka perlu diorientasikan pada
situasi/dunia nyata dengan segala problemanya. Para
siswa akan tertantang bagaimana belajar, dengan menggunakan fenomena di dunia
nyata sekitarnya.
Pembelajaran berbasis masalah dapat
ditempuh melalui lima
tahap sebagai berikut.
Þ
Tahap 1: orientasi siswa
kepada masalah.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan
logistik yang dibutuhkan, serta memotivasi siswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilih.
Þ
Tahap 2: mengorganisasi
siswa untuk belajar.
Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Þ
Tahap 3: membimbing penyelidikan individual dan
kelompok.
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalahnya.
Þ
Tahap 4: mengembangkan dan
menyajikan hasil karya.
Guru membantu siswa merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, serta membantu
mereka mambagi tugas dengan temannya.
Þ
Tahap 5: menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Guru membantu siswa melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang mereka
gunakan.
2.
Strategi
Pembelajaran Inquiri
Pembelajaran inquiry mendorong siswa
untuk mengalami, melakukan percobaan, dan menemukan sendiri prinsip-prinsip
dan konsep yang diajarkan. Strategi pembelajaran inquiry & discovery
memiliki beberapa keuntungan, seperti dapat membangkitkan curiosity, minat,
dan motivasi siswa untuk terus belajar sampai dapat menemukan jawaban. Di
samping itu, melalui penerapan strategi inquiry & discovery, siswa juga
dapat belajar memecahkan masalah secara mandiri dan mengembangkan keterampilan
berpikir kritis sebab mereka harus menganalisis dan mengutak-atik data dan
informasi.
Secara operasional, pembelajaran
inquiry & discovery dapat ditempuh melalui tahapan berikut:
Þ
Sajikan situasi teka-teki (puzzling situation)
yang sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Jelaskan prosedur inkuiri dan
sajikan masalah.
Þ
Minta siswa mengumpulkan
informasi melalui observasi atau berdasar pengalaman masing-masing.
Þ
Minta siswa menganalisis dan
menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gambar, bagan, tabel, atau karya lain.
Þ
Minta siswa
mengkomunikasikan dan menyajikan hasil karyanya, misalnya dalam bentuk
penyajian di kelas, menempelkan di majalah dinding, menulis di koran, dsb.
Þ
Dalam penyajian di kelas,
bangkitkan tanggapan dan penjelasan siswa lain. Minta tanggapan balik
(counter-suggestions) dan selidiki tanggapan siswa. Hadapkan mereka dengan
demonstrasi-demonstrasi tambahan untuk mengeksplorasi lebih jauh fenomena.
Þ
Ciptakan lingkungan yang
dapat menerima jawaban salah tapi masuk akal. Selalu minta siswa memberi alasan
atas jawaban-jawaban mereka. Sajikan tugas-tugas yang berkaitan kemudian
cermati dan beri balikan atas pemikiran yang diajukan siswa.
3.
Strategi Pembelajaran Berbasis Proyek/Tugas
Pembelajaran berbasis proyek/tugas (project-based/task learning) ditandai
dengan pengelolaan lingkungan belajar yang memungkinkan siswa melakukan
penyelidikan terhadap masalah otentik termasuk pendalaman materi dari suatu
topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Dalam pembelajaran
berbasis proyek, siswa diberikan tugas atau proyek yang kompleks, cukup
sulit, lengkap, tetapi realistik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya
agar mereka dapat menyelesaikan tugas. Di samping itu, penerapan strategi
pembelajaran berbasis proyek/tugas ini mendorong tumbuhnya kompetensi
pengiring (nurturant) seperti
kreativitas, kemandirian, tanggung jawab, kepercayaan diri, dan berpikir
kritis dan analitis.
Implementasi pembelajaran berbasis
proyek/tugas didasarkan kepada empat prinsip berikut ini.
Þ
Membuat tugas bermakna,
jelas, dan menantang
Guna mempertahankan tingkat keterlibatan
siswa dalam proses pembelajaran, maka tugas yang diberikan kepada siswa harus
cukup bermakna dan memiliki tujuan yang jelas. Siswa perlu mengetahui dengan
tepat apa yang mereka harus kerjakan, mengapa mereka mengerjakan pekerjaan
itu, dan apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Þ
Menganekaragamkan
tugas-tugas
Pilihan tugas yang beraneka ragam dapat
menambah daya tarik tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Jika tugas
belajar yang diberikan cukup bervariasi, siswa dapat lebih termotivasi dan
lebih terlibat aktif dalam mengerjakannya. Pilihan mengenai tugas belajar
tidak terbatas dan tidak ada alasan bagi guru untuk membuat jenis tugas yang
sama dari hari ke hari.
Þ
Menaruh perhatian pada
tingkat kesulitan
Menetapkan tingkat kesulitan yang cocok
atas tugas-tugas yang diberikan kepada siswa merupakan satu bahan baku penting
untuk menjamin keterlibatan berkelanjutan yang dibutuhkan untuk penyelesaian
tugas-tugas tersebut. Jika siswa diharapkan untuk bekerja secara mandiri,
tugas yang diberikan harus memiliki tingkat kesulitan yang menjamin
kemungkinan berhasil tinggi. Siswa tidak akan tertantang ketika tugas-tugas
yang diberikan terlalu mudah. Tugas yang baik perlu memiliki tingkat
kesulitan cukup sehingga kebanyakan siswa memandangnya sebagai sesuatu yang
menantang, namun cukup mudah sehingga kebanyakan siswa akan menemukan
pemecahannya dan mengerjakan tugas tersebut atas jerih payah sendiri.
Þ
Memonitor kemajuan siswa
Salah satu tugas penting guru adalah
memonitor tugas-tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Monitoring
tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah siswa memahami tugas mereka
melalui pemeriksaan pekerjaan siswa dan pengembalian tugas dengan umpan balik?
Guru harus selalu menyediakan waktu 5 atau 10 menit untuk berkeliling di
antara siswa yang bekerja untuk memastikan apakah mereka memahami dan mengerjakan
dengan benar tugas yang diberikan. Apabila siswa bekerja berkelompok, maka
guru hendaknya berada dalam kelompok tersebut secara bergantian dan berkeliling
di antara siswa yang bekerja secara mandiri. Selanjutnya, guru perlu menyiapkan
waktu untuk mengoreksi pekerjaan yang dihasilkan siswa dan mengembalikan kepada
mereka dengan umpan balik, termasuk memberi reinforcement dalam bentuk reward
bagi hasil karya yang baik dan catatan-catatan penyempurnaan bagi karya yang
belum optimal.
4.
Strategi Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa
bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu belajar satu sama lain.
Strategi pembelajaran ini, memungkinkan pengembangan sejumlah kompetensi
nurturant pada diri siswa, seperti:
Þ
Mengembangkan keterampilan
komunikasi, kerja sama, kepekaan sosial, tanggung jawab, tenggang rasa, dan
penyesuaian sosial.
Þ
Membangun persahabatan, rasa
saling percaya, kebiasaan bekerja sama, dan sikap prososial.
Þ
Memperluas perspektif
wawasan, keyakinan terhadap gagasan sendiri, rasa harga diri, dan penerimaan
diri.
Þ
Memungkinkan sharing
pengalaman dan saling membantu dalam memecahkan masalah pembelajaran.
Þ
Mengoptimalkan penggunaan
sumber belajar dan pencapaian hasil belajar.
Secara operasional, pembelajaran
kooperatif dapat diterapkan melalui metode Student
Teams Achievement Divisions (STAD) dan metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Pelaksanaan metode STAD ditempuh dengan beberapa tahapan sebagai berikut:
Þ
Siswa dibagi menjadi
beberapa kelompok, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota.
Þ
Setiap tim memiliki anggota
heterogen (jenis kelamin, ras, etnik, kemampuan belajar).
Þ
Tiap anggota menggunakan
lembar kerja akademik.
Þ
Tiap anggota saling membantu
untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi.
Þ
Secara individual atau tim,
tiap minggu atau tiap dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui
penguasaan mereka terhadap bahan yang telah dipelajari.
Þ
Setiap siswa dan setiap tim
diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar. Siswa atau tim yang meraih
prestasi tertinggi atau mencapai standar tertentu diberi penghargaan.
Metode Invistigasi Kelompok dapat
ditempuh dengan cara sebagai berikut:
Þ
Seleksi topik, para siswa
memilih berbagai sub-topik dalam satu wilayah masalah umum terkait dengan
tujuan pembelajaran.
Þ
Organisasi, para siswa
dibagi ke dalam kelompok yang berorientasi pada tugas dan beranggotakan 2 - 6
orang dengan komposisi heterogen.
Þ
Merencanakan kegiatan
kerjasama, siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus,
tugas, dan tujuan umum yang sesuai dengan sub-topik yang telah dipilih.
Þ
Tahap implementasi. Siswa
melaksanakan rencana yang telah disusun. Dorong siswa menggunakan berbagai
sumber, baik di dalam maupun di luar sekolah.
Þ
Analisis dan sintesis, siswa
menganalisis dan mensintesiskan berbagai informasi yang diperoleh dan membuat
ringkasan untuk disajikan di depan kelas.
Þ
Penyajian hasil akhir,
setiap kelompok menyajikan hasil investigasi kelompoknya di depan kelas.
Þ
Evaluasi, guru beserta siswa
melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas
sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup
siswa secara individu atau secara berkelompok, atau keduanya.
5.
Strategi
Pembelajaran Partisipatori
Pembelajaran partisipatori menekankan
pelibatan siswa untuk berpartisipasi dan ikut menentukan berbagai aktivitas
pembelajaran. Setiap siswa adalah subjek yang kepentingannya perlu
diperhatikan dan diakomodasi dalam proses pembelajaran. Pelibatan siswa dalam
perencanaan dan penentuan berbagai pilihan tindakan pembelajaran dapat
meningkatkan motivasi dan komitmen siswa untuk menekuni setiap tugas
pembelajaran. Di samping itu, strategi ini dapat mendorong tumbuh dan
berkembangnya jiwa demokratis serta kemampuan mengemukakan dan menerima
pendapat di kalangan siswa.
Pelaksanaan
pembelajaran partisipatori dapat ditempuh melalui strategi sebagai berikut:
Þ
Libatkan siswa dalam membuat perencanaan dan
pilihan tindakan yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Misalnya, dalam
memutuskan mengenai strategi umum yang perlu ditempuh, sumber pembelajaran,
cara-cara menyelesaikan tugas, bentuk dan tugas kelompok, dsb.
Þ
Gunakan berbagai teknik,
seperti brainstorming, meta-plan, diskusi kelompok fokus untuk mendorong semua
siswa mengemukakan gagasan masing-masing.
Þ
Evaluasi setiap alternatif
berdasarkan kelayakan (kemampuan, sumberdaya, waktu, fasilitas), kemudian
sepakati pilihan yang dapat diterima semua pihak. Dimungkinkan setiap
individu atau kelompok memilih caranya masing-masing untuk mencapai tujuan
sepanjang berkontribusi pada pencapaian tujuan pembelajaran.
Þ
Dorong siswa melaksanakan
alternatif tindakan secara konsisten, namun tetap memberi peluang dilakukannya
refleksi, revisi, dan perubahan rencana tindakan.
6.
Strategi
Pembelajaran Scaffolding
Pembelajaran scaffolding merupakan praktik assisted learning, yakni teknik
pemberian dukungan belajar yang pada tahap awal diberikan secara lebih
terstruktur, kemudian secara berjenjang sebagai peranan guru dalam mendukung
perkembangan siswa dan menyediakan struktur dukungan untuk mencapai tahap
atau level berikutnya. Ketika pengetahuan dan kompetensi belajar siswa
meningkat, guru secara berangsur-angsur mengurangi pemberian dukungan.
Sesungguhnya, strategi pembelajaran scaffolding mendorong siswa menjadi
pelajar yang mandiri dan mengatur diri sendiri (self- regulating). Jika siswa
belum mampu mencapai kemandirian, guru kembali ke sistem dukungan untuk membantu
siswa memperoleh kemajuan sampai mereka mampu mencapai kemandirian.
Beberapa
keuntungan pembelajaran Scaffolding adalah:
Þ
Memotivasi dan mangaitkan
minat siswa dengan tugas belajar.
Þ
Menyederhanakan tugas
belajar sehingga bisa lebih terkelola dan bisa dicapai oleh anak.
Þ
Memberi petunjuk untuk
membantu anak berfokus pada pencapaian tujuan.
Þ
Secara jelas menunjukkan
perbedaan antara pekerjaan anak dan solusi standar atau yang diharapkan.
Þ
Mengurangi frustasi dan resiko.
Þ
Memberi model dan mendefenisikan dengan jelas
harapan mengenai aktivitas yang akan dilakukan.
Teknik pembelajaran scaffolding dapat dilakukan dengan
format: (1) pemberian model perilaku yang diharapkan, (2) pemberian penjelasan,
(3) mengundang siswa berpartisipasi, (4) menjelaskan dan mengklarifikasi pemahaman
siswa, dan (5) mengundang siswa untuk mengemukakan pendapat.
Secara operasional, strategi
pembelajaran scaffolding dapat ditempuh melalui tahapan berikut.
Þ
Asesmen kemampuan dan
taraf perkembangan setiap siswa untuk menentukan Zone of Proximal Development
(ZPD).
Þ
Jabarkan tugas pemecahan
masalah ke dalam tahap-tahap yang rinci sehingga dapat membantu siswa melihat
zona yang akan di-scaffold.
Þ
Sajikan tugas belajar
secara berjenjang sesuatu taraf perkembangan siswa. Ini dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti melalui penjelasan, peringatan, dorongan (motivasi),
penguraian masalah ke dalam langkah pemecahan, dan pemberian contoh
(modeling).
Þ
Dorong siswa untuk
menyelesaikan tugas belajar secara mandiri.
Þ
Berikan dukungan dalam
bentuk pemberian isyarat, kata kunci, tanda mata (reminders), dorongan, contoh,
atau hal lain yang dapat memancing siswa bergerak ke arah kemandirian belajar
dan pengarahan diri.
Dalam mengimplementasikan
strategi-strategi pembelajaran yang disarankan, guru harus selalu mengingat
bahwa kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya senantiasa diarahkan untuk
pencapaian dampak instruksional dan dampak pengiring. Dampak instruksional
bermuara pada kecerdasan intelektual (IQ), sedangkan dampak pengiring
bermuara pada kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Untuk
keperluan itu, diharapkan guru dapat memilih dan merancang serta mengembangkan
media pembelajaran agar dapat memudahkan pencapaian IQ, EQ, dan SQ tersebut.
Beberapa praktik penerapan strategi
pembelajaran yang baik (good practice)
yang telah dilaksanakan di sekolah dikemukakan berikut ini.
·
Dalam memilih
dan menentukan strategi pembelajaran, pada umumnya guru bidang studi melibatkan
siswa, serta menyesuaikan dengan tingkat kesulitan kompetensi dasar yang
terdapat dalam kurikulum. Di samping itu, dalam menentukan strategi
pembelajaran, guru juga mencermati tujuan pembelajaran yang hendak dicapai,
jumlah siswa yang terlibat di dalam proses pembelajaran, serta lama waktu
yang tersedia untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
·
Pada umumnya
guru bidang studi menyadari sepenuhnya bahwa strategi pembelajaran yang dipilih
adalah strategi yang dapat membuat siswanya mempunyai keyakinan bahwa dirinya
mampu belajar dan dapat memanfaatkan potensi siswa seluas-luasnya.
·
Sejumlah guru
telah berhasil menggunakan berbagai variasi strategi pembelajaran dalam
pencapaian kompetensi dasar tertentu yang terdapat di dalam kurikulum. Misalnya
dalam pembelajaran bidang studi IPA, IPS, kesenian, atau olah raga memadukan
strategi kooperatif dengan berbasis masalah dan strategi inquiry.
·
Dengan
memadukan strategi partisipatorik-penugasan, siswa mampu berkreasi seni suara
dengan baik serta menanggapi beragam karya musik sesuai sifat dan karakteristik
setiap jenis musik.
·
Semua strategi
yang dipilih dan diterapkan oleh guru, senantiasa diawali dengan pembacaan doa
sebelum dan sesudah berolahraga.
·
Meskipun belum
semua guru SMA unggulan telah menerapkan strategi pembelajaran seperti yang
diharapkan, namun sejumlah guru telah berhasil menerapkan berbagai strategi
pembelajaran di sekolah masing-masing. Mereka mengakui bahwa selama ini,
strategi pembelajaran yang diberikan hanya sebatas pada ceramah, diskusi, dan
pemberian tugas.
E. Pemanfaatan Media dan Sumber Belajar
Untuk mendukung pembelajaran dengan
baik, maka guru perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan menggunakan
berbagai media dan sumber belajar. Pengetahuan dan pengalaman tersebut akan
membantu guru dalam menentukan media yang sesuai dengan kebutuhan
pembelajaran.
Media dan sumber belajar yang
disediakan guru hendaknya dapat mendorong dan membantu siswa untuk melibatkan
mental secara aktif melalui beragam kegiatan, seperti kegiatan mengamati,
bertanya, mempertanyakan, menjelaskan, berkomentar, mengajukan hipotesis,
mengumpulkan data, dan sejumlah kegiatan mental lainnya.
Untuk
keperluan itu, materi penggunaan media dan sumber belajar yang diberikan dalam
pelatihan tersebut meliputi:
·
Pengenalan
berbagai jenis media pembelajaran dan fungsinya masing-masing dalam
pembelajaran.
·
Latihan
mencari berbagai sumber belajar yang sesuai dengan kompetensi dasar yang akan
dicapai.
1.
Sumber Situasi Nyata (Sumber Berbasis Lingkungan)
Situasi kehidupan nyata dan
lingkungan sekitar yang ada di sekitar siswa merupakan sumber belajar yang
sangat penting dan dapat memberi informasi dan pengalaman belajar yang tidak
terbatas bagi siswa. Ada banyak informasi, fakta, dan pengetahuan yang dapat
digali situasi nyata dan lingkungan sekitar guna mendukung rekonstruksi dan
mempekaya pemahan dan pengalaman belajar siswa.
2.
Sumber Menggunakan Situasi Buatan
Guru tidak selalu mampu menyediakan
situasi nyata. Kesempatan untuk mengunjungi tempat-tempat yang menyajikan
situasi nyata untuk belajar seringkali tidak tersedia atau sulit dilakukan.
Dalam keadaan seperti ini, guru tetap dapat menghadirkan situasi kehidupan dan
fenomena lingkungan dengan membuat situasi buatan. Situasi dan aktivitas kelas
ditata sedemikian rupa menyerupai apa yang terjadi dalam lingkungan nyata.
Dengan demikian, peningkatan pemahaman siswa tentang berbagai ihwal kehidupan
pasar, misalnya, dapat dilakukan guru dengan menyediakan kegiatan simulasi,
yakni membuat situasi buatan. Pada kondisi ini, kelas dapat dirancang seperti
pasar, sebagian siswa berperan sebagai pembeli dan sebagian lainnya sebagai
penjual.
Seperti juga pada model situasi
nyata, pada model ini pun dapat dibedakan menjadi situasi buatan dengan siswa
terlibat langsung dan situasi buatan dengan siswa tidak terlibat langsung.
3.
Penggunaan Media Audio-Visual
Sumber belajar dapat pula dihadirkan
melalui berbagai media, seperti media audio-visual.
Cara ini menyajikan contoh situasi nyata atau contoh situasi buatan dalam
sajian tayangan hidup (film, video). Tentu
saja, cara ini lebih mudah menjadi pengalaman belajar kalau sajian tayangan
mengandung unsur cerita yang berkaitan dengan pengalaman dan imajinasi siswa.
Guru dapat mencari dan menyeleksi film atau video yang berisi ceritera atau
laporan dokumenter yang sesuai atau ada kaitan dengan pokok bahasan tertentu
dalam mata pelajaran yang diasuh. Film atau video seperti itu kemudian
ditayangkan di kelas atau temta khusus tertetu diikuti dengan diskusi bersama
siswa sekaitan dengan tema dan spot-spot ceritera serta kaitannya dengan pokok
bahasan mata pelajaran.
4.
Penggunaan Media Visualisasi Verbal
Sumber belajar yang paling umum
digunakan dalam mendukung pemahaman mengenai pokok bahasan adalah melalui media
visualisasi-verbal. Cara ini banyak berkaitan dengan membaca buku pelajaran,
buku sumber, ensiklopedia, lembar kegiatan/kerja, cart, grafik, tabel. Pada
beberapa buku biasanya tidak hanya menyajikan uraian teks, tetapi juga
dilengkapi dengan beragam ilustrasi (gambar). Dengan demikian, siswa yang
memiliki daya abstraksi lemah dapat terbantu dengan keberadaan ilustrasi/gambar
tersebut.
5.
Penggunaan Media Audio Verbal
Guru terbiasa menggunakan cara audio-verbal dalam bentuk ceramah.
Pada keadaan ini, siswa senantiasa diam-pasif sambil mendengarkan penjelasan
guru. Kekurangan atau kelemahan cara ini adalah sebagian siswa tidak mudah
untuk menyamakan informasi yang diceramahkan guru dengan pengetahuan awal
siswa. Kalau keadaan ini berkelanjutan, peristiwa belajar cenderung tidak
berlangsung. Untuk mengatasinya, guru harus mengurangi cara ini, atau kalau
terpaksa perIu berceramah cukup antara 20 - 25 menit saja dan diselingi dengan
kegiatan yang mendorong penggunaan indera “Lihat, Raba, Penciuman, Rasa”.
Materi yang diceramahkan pun perlu bersifat kontekstual dengan pengalaman
sebagian besar siswa.
6.
Media Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information
and Communication Technology (ICT) berfungsi sebagai bahan dan alat
pembelajaran. Sebagai bahan, TIK menjadi sebuah mata pelajaran yang
diperkenalkan mulai pada jenjang sekolah dasar sampai pada sekolah menengah
atas. Sebagai alat pembelajaran, guru dianjurkan untuk memanfaatkan fasilitas
TIK untuk memfasilitasi pembelajaran di kelas. Beberapa jenis yang potensial
dan sering digunakan sebagai alat bantu pembelajaran, misalnya radio, televisi,
dan komputer.
Media komputer memiliki banyak
kelebihan dibandingkan media lainnya. Di samping memudahkan dan memperlancar
pekerjaan, seperti mengetik, menganalisis, atau mendokumentasi data dan informasi,
media komputer juga dapat berfungsi sebagai perangkat untuk jaringan
komunikasi, seperti melalui internet, intranet, email, dan sebagainya. Oleh
karena itu, akhir-akhir ini komputer telah banyak dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran, yang biasa disebut sebagai pembelajaran berbasis komputer (PBK).
PBK meliputi berbagai kegiatan belajar dan aplikasi dengan menggunakan
komputer. Dalam kegiatan pembelajaran, komputer dapat berfungsi sebagai tutor,
alat (tool), atau stumulator.
Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran memiliki
beberapa keuntungan sebagai berikut:
·
Siswa belajar
sesuai kemampuan dan kecepatan masing-masing.
·
Siswa belajar
menurut masalah yang dihadapinya.
·
Siswa menerima
balikan segera (instant feedback).
·
Siswa merasa
lebih bebas tanpa merasa diamati oleh orang lain.
·
Format
pembelajaran dapat mencakup semua indera dan aktivitas belajar, yaitu visual,
audio, oral, dan gerak (kinestetik).
·
Peluang untuk
mengyulang materi terbuka luas dan lebih banyak.
·
Penjadwalan
bisa lebih fleksibel apabila laboratorium komputer diperlakukan sebagai sumber
yang dapat diakses sendiri oleh setiap siswa (self-acces learning resources).
·
Menawarkan
materi dan kegiatan yang otentik dan interaktif.
Dari hasil pendampingan dan refleksi terhadap kemampuan
guru menggunakan media dan sumber belajar di dalam proses pembelajaran,
ditemukan sejumlah keberhasilan di samping sejumlah kendala sebagaimana yang
dipaparkan berikut ini.
F.
Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar sebaiknya
ditekankan pada proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa, bukan untuk
mengukur pada hasil semata. Bentuk penilaian yang dianjurkan dalam pembelajaran
efektif adalah penilaian sebenarnya (authentic
assessment). Yang paling ditekankan adalah bagaimana guru senantiasa
menyadari sejak awal bahwa tujuan akhir dari penilaian pembelajaran adalah agar
untuk mengukur dan menilai keberhasilan pencapaian tiga jenis kecerdasan secara
seimbang, yakni kecerdasan IQ, EQ, dan SQ.
Beberapa prinsip penilaian dalam
pembelajaran efektif yang perlu diketahui oleh guru dalam menyusun dan
melaksanakan penilaian sebagai berikut berikut.
·
Harus mengukur
semua aspek pembelajaran, yaitu proses, kinerja, dan produk.
·
Dilaksanakan
selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
·
Menggunakan
berbagai cara dan berbagai sumber. Tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian.
·
Menstimulasi muncul dan digunakannya cara berpikir divergen (berpikir
lateral, horisontal, sebagai lawan cara berpikir konvergen dan vertikal) oleh
siswa. Soal-soal atau tugas memancing munculnya cara jawab atau cara
penyelesaian yang bervariasi, bukan hanya satu jawaban kunci.
·
Tugas-tugas yang diberikan dan dijadikan bahan evaluasi siswa haruslah
mencerminkan bagian-bagian kehidupan siswa yang nyata setiap hari. Mereka harus
dapat menceritakan pengalaman atau kegiatan yang mereka lakukan setiap hari.
·
Penilaian harus menekankan pada kedalaman pengetahuan (kualitas) dan keahlian
siswa, bukan keluasannya (kuantitas).
Untuk menjalankan prinsip-prinsip
penilaian, guru harus mempertimbangkan beberapa hal penting antara lain; (1)
penilaian proses dan hasil, (2) penilaian berkala dan berkesinambungan, (3)
penilaian yang jujur dan adil, dan (4) memberikan penilaian secara seimbang
terhadap kecerdasan IQ, EQ, dan SQ.
Komponen proses dan hasil belajar yang
penting dinilai antara lain:
·
Hasil ulangan
harian dan ulangan umum. Biasanya dicatat dalam buku rapor siswa.
·
Tugas-tugas
terstruktur biasanya dikumpulkan oleh guru dan disimpan dalam map atau loker
khusus.
·
Catatan perilaku harian para siswa, biasanya tersimpan pada buku khusus
(catatan anekdot).
·
Laporan kegiatan siswa di luar sekolah yang menunjang kegiatan belajar,
biasanya dikumpulkan oleh guru dan didokumentasikan.
Penilaian secara umum bertujuan untuk mengetahui kemajuan hasil belajar
siswa dan menetapkan tingkat penguasaan kompetensi suatu keahlian tertentu
sesuai dengan indikator yang dipersyaratkan standar kompetensi. Berdasarkan
hasil penilaian itu diberikan penghargaan kepada peserta didik dalam bentuk
rapor, ijazah, paspor keterampilan, atau sertifikat kompetensi. Bentuk penilaian meliputi jenis
tagihan seperti kuis, pertanyaan lisan di kelas, ulangan harian, tugas
individu, tugas kelompok, ulangan semester, kerja praktik/unjuk kerja,
pekerjaan rumah, atau bentuk tagihan pilihan ganda, uraian singkat, laporan
untuk kerja, portofolio, serta tagihan dalam bentuk soal yang akan diberikan
pada peserta didik.
G. Bahan Diskusi/Tugas
Diskusikan dengan kelompok Anda
mengenai berbagai masalah yang dihadapi dalam pengelolaan kelas dalam
menciptakan budaya dan iklim yang inovatif dan kondusif. Kemukakan berbagai
alternatif untuk mengatasi masalah tersebut beserta pihak-pihak yang
bertanggung jawab langsung dalam mengatasi masalah tersebut. Pihak yang
bertanggung jawab dapat dipilih di antara guru, kepala sekolah, siswa, komite
sekolah, orangtua, dan sebagainya.
0 comments:
Post a Comment